Total Tayangan Halaman

Minggu, 30 Maret 2025

YANG TERLUKA

 YANG TERLUKA 

Pak Tyqnue Azbynt 



Malam takbiran menjadi penyatu semua keluarga. Senyum dan canda tawa menyeruak di ruang makan. Semacam gala dinner keluarga. Opor ayam dan aneka sajian pamerkan semua pesonanya. Penuntasan puasa disambut santapan serba lezat yang biasa didapatkan setiap saat, ditambah lagi dengan berkumpulnya semua keluarga.


Malang bagi Zara Eng yang sejak bulan-bulan menjelang puasa sudah terjangkit Gastritis semacam peradangan lambung. Jangankan menyantap sajian yang begitu lezat, menghirup aromanya saja sudah hendak muntah. Perutnya bergejolak, ditambah lagi pemasukan ekonominya yang teramat sulit, sementara kebutuhan keluarga kian membengkak saja. Anggota keluarganya hanya cukup berkata, "kasihan" tanpa adanya solusi. Sementara sahabatnya yang senantiasa mensupport ternyata selama bulan puasa ini seakan acuh dan tak mau peduli. Memang dianya telah berkata, selama ramadhan koneksitas diputusin dulu agar konsentrasi dalam ibadah. Masa sih keadaan yang sudah genting begitu masih cuek saja? Yaa begitulah sebuah komitmen yang telah sama menyetujuinya.


Menjelang Maghrib tiba, tetiba saja Zara merasa sama sekali tak punya daya, dan dia pun ambruk di tempat tidurnya. Bukankah besok hari lebaran dan semua bersukacita meraih hari kemenangan? Di perasaan Zara, "aku harus tumpahkan semua air mata menerima semua kenyataan". Dia mencoba menenangkan diri walau sebenarnya begitu perih menyiksanya. Dia mulai merasakan penyesalan, bukankah sebelum bulan puasa tiba, sahabatnya telah berkata, "bermanjalah senyampang belum puasa tiba, karena di bulan itu kita harus berkontemplasi, fokus ibadah". Dia telah menyia-nyiakannya dan lebih cuek dan asyik dengan medsos dan teman-temannya yang lain. And so mungkin hanya alasan saja sahabat sejatinya mengatakan hendak fokus puasa, padahal telah mencampakkannya. Yach, kan hanya sekedar teman sejati, pacar pun bukan? Ngapain harus dihiraukan? Di otak Zara berkecamuk semua perasaan itu. Tetiba saja sang teman menghubungi agar segera rujuk ke dokter pribadinya, walaupun hanya sedikit finansial ditransfer kepadanya. Tanpa rujuk ke dokter, separuh rasa sakitnya mulai hilang. Kepeduliannya menjadi pembalut luka hatinya. "Sembuhlah bidadariku", itulah kekata yang membuat Zara tak merasa lara sendiri, ternyata ada teman spesial yang masih tetap mengerti dalam situasi apapun padanya.

-----

Bondowoso, 30 Ramadhan 1446

Senin, 24 Maret 2025

Munajat RINDU

Munajat RINDU 
Pak Tyqnue Azbynt 


Beberapa bulan terakhir aku sengaja mengesampingkan Zara dalam ingatanku. Menuntaskan tugas penelitian dan tetekbengik lainnya dari kampus telah memaksaku melupakannya. Ternyata di luar Zara masih banyak orang-orang asyik lebih membuatku nyaman, Tinimbang dia yang selalu merepek memanja, tapi saatnya aku cemburu kala dia dibersamai orang, dianya malah menganggap hanya sekedar teman, atau tak punya hubungan apa-apa. Dia sendiri begitu pencemburu dan sahabat-sahabat cewekku dicurigai semua. Hello, mana kuat aku kawan!

Biar tidak tambah runyam semua teman Zara, kujauhi semuanya. Mending cari sahabat baru yang jauh dari pantauan mereka. Bagiku, sahabat cowok adalah sahabat pemuncak karir, sedangkan sahabat cewek adalah penenang jiwa. Berkali-kali calling dari Zara dan kawan-kawannya aku acuhkan. Mau marah, mau sedih, aku tak mau ambil pusing.  Tekatku adalah menjauhi mereka demi karir dan kuliah segera tertuntaskan. 

Selepas santap sahur, kucoba membuka-buka email. Biasanya sih teman-teman penulis yang minta pandangan atau bahkan mengeditkan karyanya. Aku tertarik pada sebuah tulisan yang ditulis oleh "Zie" yang berjudul "Munajat RINDU". Sepertinya ini penulis baru, namanya asing bagiku. Cerita-cerita tentang kerinduannya dinrasikan dengan apik, pilihan kata, pertautan rasanya lumayan menarik, pinternya si penulis membuat alur ceritanya  bersambung. Saat aku menunggu surel berikutnya ternyata tak begitu lama datang juga episode berikutnya.  Begitu ada notulasi surel masuk, alangkah terkejutnya aku. Berlembar-lembar fotonya saat di Kampus, tempat kost dan lain-lain di sertakan pada surel yang baru kuterima. Ternyata si Zara Eng yang memaksa menghubungiku. "Mas, wanita selalu punya cara tuk meruntuhkan keangkuhan lelaki!"
"Ciye ciyeee paling mas pengin dekat aku lagi, cuman sok cuek, come on sayang jangan diemin aku akan kuadukan ke papa mama, bahwa engkau
 melecehkan aku"

---
Bondowoso, 24 Ramadhan 1446

Sabtu, 22 Maret 2025

Rindu yang MENELAGA

 Rindu yang MENELAGA

Pak Tyqnue Azbynt 

Kepergian Vinn Lee ke Taiwan National University Science and Technology beberapa tahun silam telah menumpuk jutaan rindu di hati Ayesha. Mereka yang terbiasa cekcok dan tengkar kakak adik justru setelah jauh rindu pertengkaran itu. 



Bila damai sedang tiba, si adek memanja sembari bercerita halu, sementara sang kakak menanggapinya dengan senyum tipis. Walau bisa sua Maya lewat androidnya, namun rindu temu nyata melanda jua. 


Tanpa memberi tahu kepulangannya dari Taiwan si Kaka pulang tuk beri kejutan pada keluarganya, khususnya pada Ayesha adek teman tengkarnya. Sere jelang ashar seorang lelaki memakai peci darkblue kaca mata hitam dan masker menutupi mulutnya.

"Misi, pakeeet, pakeeet"

"Buat siapa yaa?"

"Buat Ayesha, oh maaf boleh numpang WC dek?"

Tetiba saja dia malah menuju kamar adiknya, dan langsung rebahan"

"Maaaa...ada orang gila!"

Mamanya tergopoh-gopoh menghampiri jeritan itu. Songkok dibuka, kaca mata hitam begitu pun maskernya. Dan, sang mama memeluknya sementara Ayesha menggigit lengan kiri kakaknya sambil meneteskan air mata saking girang dan bahagianya. Dia bak menemukan telaga rindu yang bisa menuntaskan haus temunya.

-----

Bondowoso, 22 Ramadhan 1446


Jumat, 21 Maret 2025

AYAM GORENG

 AYAM GORENG 

Pak Tyqnue Azbynt 

Pulang dari bimbingan dosen terasa lega sekali. Berjam-jam dikuliahi menjadi penambah berat otakku apalagi saat-saat berpuasa begini. Kepala terasa pusing, mata berkunang-kunang dan terpaksalah aku rehat di halte dekat kampus. Rupanya aku terlalu pulas dalam lelapnya hingga tak terasa sudah nidak menjelang Maghrib terdengar dari corong masjid. 


Saat hendak bangkit, kepala bagian belakang terasa cenat-cenut. Duh vertigoku kambuh. Aku hanya berpegangan pada tiang halte berharap bisa segera baikan. Namun hingga Maghrib tiba aku belum bisa beranjak, bumi seperti berputar kencang terpaksa menutup mata walaupun tak berarti apa-apa. Anehnya orang-orang yang melintas tak pedulikan aku. Apa aku dianggap lagi nge-fly? Entahlah.

"Eh mas Dinokah ini?" Terdengar suara cewek menanyakanku. Kujawab saja sekenanya sembari menjelaskan bahwa aku sedang terserang vertigo. Akhirnya aku dipapah untuk naik ke motornya. Dan, aku diboncengnya, sementara mataku masih saja mengatup rapat. 

Tak seberapa lama motor itu berhenti, dan aku disuruh membuka mata. 

"Ayo mas ambil wudhu biar berkurang pusingnya, selepas itu mari berbuka di pantry samping ruang ini", jelasnya.

Aku tak sempat berpikir, dia siapa dan mengapa care padaku. Dilalah pas ambil wudhu pusingku sedikit berkurang. Apalagi saat iftar dengan minum teh hangat yang disiapkan olehnya saat aku masih ambil wudhu. Aneh, kok secepat itu ya berkurang nyeri di otak belakangku? Apa aku yang paranoid saat di hadapan dosen. Tahu ah gelap! Yassalam di meja sudah teronggok ayam goreng dan jus mangga. Gratis atau gimana ini? Belum sempat usai dialog otakku, dia pun berujar.

"Mas Dino kan kating saya, dan kita berasal dari kota yang sama. Di sini saya menempati rumah Bu De yang sedang Umrah, oh ya namaku Janet anak Fisika juga", jelasnya panjang. Aku masih jaga muruah, pura-pura saja aku tak terlalu merespon ayam goreng itu.

"Masih pusigkah?"

"He em"

Dia pun beringsut mendekatiku, sembari menyodorkan jus mangga dengan sedotan yang dibimbingkan ke mulutku. Aneh, rasa-rasanya pahala puasaku akan hilang ne, begitu benakku. Aku pegang tangannya yang masih memegang gelas itu, dianya diam. Desah helaan napasnya menandakan dia rupanya juga capek. 

"Masnya kalau masih pusing, bermalam di sini saja, biar ditemani adikku yang masih belum pulang dari basketnya".

"ngh gak usah, biar aku pulang aja, selepas buka puasa, aku yakin sembuh asal disuapin cewek cantik, he he", candaku.

"Oh, mari kita makan sepiring berdua, lagian aku tak pernah makan bareng cowo smart macam mas Dino. Siapa takut?" Timpalnya sembari mengibaskan jilbabnya yang luruh di ujung dagu. Duh hilang pahala puasa ne, benakku.

----

Bondowoso, 21 Ramadhan 2025

Kamis, 20 Maret 2025

MENJELAJAH TIGA DUNIA

 MENJELAJAH TIGA DUNIA 

Pak Tyqnue Azbynt 

Ciwi-ciwi di sekitarku rasanya kurang jauh jelajahnya. Mereka hanya berkutat di dunia buku, shopping, dandan tak lebih. Respek sosialnya yang datar, daya juangnya yang dangkal dan mudah menyalahkan keadaan. Semua itu menjadi kurang survive dalam hidup. 

Inar yang sibuk dengan buku, Zara yang pesolek, dan dua anak indo Kazakhstan yang terlalu manja itu. Untuk beberapa hari kuajak mereka ke dunia yang berbeda agar matanya terbuka lebar-lebar. Tak hanya melalui media tapi langsung ke spotnya. Kukenalkan mereka pada Anelka cewek ice skater, Julie pesepatu roda, Rose skater berjilbab,  Daneta Si Pentigrafis, dan Janna sang Gitaris. Berkenalan dengan mereka membuat ciwi-ciwi temanku terheran-heran akan kebolehan mereka walaupun menyandang label wanita muslimah..



Dua Cewek Indo-Kazakh itu lebih mudah beradaptasi, tapi Zara dan Inar justru menjadi asing di tengah-tengah mereka. Ayesha dan Iseh lebih melebur dan justru mencoba skateboard walaupun sambil duduk-duduk. Inar yang sejak semula ingin jadi penulis justru menemukan atmosfer yang tepat saat berkenalan dengan Daneta. Lalu, bagaimana dengan Zara? Dia tetap saja asyik dengan dirinya, manja, pesolek, dan pencemburu. Saat kuledek dia malah menggigit lengan kiriku hingga terluka, 

"Ih kamu, sakit cuy"

"Biar dah aku sebal dan marah pada masnya", jawabnya ketus.

---

Bondowoso, 20 Ramadhan 1446

BERDUA SAJA

 BERDUA SAJA 

Pak Tyqnue Azbynt 

"Ramadhan ini mari kita kelupasi diri dari segala angkuh, nafsu angkara, kesombongan dan sebagainya", begitu anjurku padanya. Sayangnya dia terlalu asyik dengan kemanjaannya, tak bisa menahan sengsara, padahal betapa bahagianya jika aku lihat dia bahagia bersama orang-orang tercinta di rumahnya. Aku hanya teman penyerta kebahagiaan itu, aku membantu sebisanya, karena kami punya jalan bahagia yang berbeda. Dia ya dia, dan aku ya aku. 


Dalam keterpurukannya ingin kukembali memanjakannya, tapi kutakut dia terlelap di pelukanku. Aku ingin melihatnya tersenyum manja seperti dulu, saat bercanda renyah di teras rumahnya. "Beb, jangan kau turuti nafsumu, jangan kau ikuti ambisimu, karena semua sudah ada takarannya masing-masing" begitu harapku padanya. 


Saat kita berdua, hayo kita ceritakan kembali perjalanan kita. Aku dan engkau punya jalan yang berbeda, tapi kita saling memaknai jalinan ini apa adanya. Tampa pengikat tanpa penyekat. Saat berdua, biarlah engkau sebagai kamu, dan saya sebagai aku. Rasaku padamu biarkan berjalan damai tanpa mengotori kesuciannya. Jaga diri, jaga hati, cinta itu untuk dihormati bukan dinafsui.

----

Bondowoso, 20 Ramadhan 1446

Rabu, 19 Maret 2025

TERBANG KE AUSY

 TERBANG KE AUSY 

Pak Tyqnue Azbynt 

Kecintaan terhadap timnas Indonesia menjarah semua lini, bapak-bapak, ibu-ibu, remaja termasuk kami para mahasiswa. Dari kampusku ada yang mengkoordinir tuk gabungan dengan Deltras Garuda.


Kami terbang dengan Batik Air, bersama para suporter lain. Sangat disayangkan Zara and the gang tak ikutan. Maklum mereka bukan penggila bola macam kami. Qantas airways yang membawa kami harus transit dulu di Singapura. Karenanya kami butuh waktu 10 jam 30 menit untuk tiba di Sydney. "Australia I am Coming", begitu teriak kawan-kawan saat turun dari tangga pesawat. 



Turun dari pesawat pas waktu sahur, kami disambut BMI yang sudah menunggu kami suporter Indonesia. Sesuai arahan mereka kami di ajak ke lapak-lapak yang sudah mereka dengan menu Indonesia. Dari kejauhan  sudah terdengar aroma sate Madura. Semakin meyakinkan saat aku melihat mereka berpakaian belang merah putih. Aku sedikit sombong sama BMI itu, akhirnya aku malu sendiri karenanya. Ternyata mereka bukan sekedar buruh migran, tapi mereka mahasiswa doktoral yang Nyambi kerja di situ. 

"Woy, kenapa kok bengong mas? Tak pernah lihat ciwi cantik yaa?" selorohnya.

"Hyaa, gak kok, ellunya Lom pernah digigit cowok gila macam aku kan?" Balasku 

"Hmmmm, kan ..kan ada orang gila dicium ciwi cantik", serobotnya pada pipiku. 

Huh, kaget bener aku dibuatnya, apalagi teman-teman malah membuliku.

"Woi ini bulan Ramadhan kok nafsuan sih, mestinya mencari Lailatul Qadar malah Lailatul kasus", timpalnya sambil menjorokkan kepalaku.

---

Bondowoso, 19 Ramadhan 1446

Selasa, 18 Maret 2025

MEMBURU MALAM QADAR

 MEMBURU MALAM QADAR 

Pak Tyqnue Azbynt 

Selepas tengah malam perlahan Musala dan masjid memilih senyap, tanpa pelantang suara. Malam yang kian dingin kian menyiksa raga. Sebelum waktu sahur tiba, aku coba merangsek menuju masjid di seberang jalan. Niat hati sih ingin mencari kudapan gratisan seperti Musala di gang kami. 

Masyaallah, masyaallah ternyata suasananya begitu beda. Tampak orang-orang yang sedang khusyuk berzikir, bertadarru', bertafakur menemui sang Ilah. Aku seperti asing dengan diriku sendiri, tak tahu arah tak tahu bentuk tentang semuanya. Terasa begitu tak berarti diriku, sedang mereka sudah asyik menemui Tuhannya. Aku jauh, teramat jauh. Bingung harus berbuat apa? 

HP menjadi tempat curhat tuk bertanya tentang keistimewaan malam Ramadhan dan amalan-amalan penyertanya. Tadarus, tarawih, dan i'tikaf melebuhkn diri pada Tuhannya. Jika malam Qadar itu setara seribu bulan, lalu apa yang sudah kuperbuat? Berapa kali Ramadhan aku telah menyia-nyiakannya? Berapa banyak aku berbuat hina di malam-malam itu. Dalam ketidak khusuanku kupaksa duduk bersila, hanya bertanya-tanya. Aku harus berbuat apa? Aku tak bisa khusyuk meminta, tak bisa menyatukan cipta, rasa, dan karsa. Diamku adalah ketidakmampuan  mengenal Tuhanku. Ritual-ritual hanya menjadi habitual yang kering makna. Tuhan, dalam ketidak khusuanku, ijinkan aku meminta, berilah cara agar aku lebih jauh mengenai-Mu.

-----

Bondowoso, 18 Ramadhan 1446

Senin, 17 Maret 2025

KOLAK PISANG

 KOLAK PISANG 

Pak Tyqnue Azbynt

Cerita anak kost di bulan Ramadhan ada saja yang aneh dan lucu. Kami menyemarakkan bulan itu dengan merapat ke simpul-simpul tempat ibadah. Sore selepas asar kami tadarus di musala dekat gang komplek kost, tujuannya sih debatable. Antara ibadah dan iftar gratis, ya lumayanlah bisa mengurangi budget bulanan. 

Selepas Isyak kami memenuhi musala tuk tunaikan salat jamaah tarawih bersama anak kost lain dan warga sekitar. Selepas tarawih berlanjut tadarus Alquran hingga pukul 24.00, lanjut persiapan sahur di kostan. Kami hanya biasa memasak mie atau belanja nasi goreng dll di gang kost. Tapi malam itu hujan lumayan deras dan listrik kebetulan padam. 


Aku dan teman satu kost, mulai sedikit panik, tak ada makanan sahur, mie pun mentah, sedangkan kami biasa memasak menggunakan pemasak dengan power dari listrik. And finally kami memutuskan untuk tidak sahur malam itu. Dari kejauhan sayup-sayup terdengar suara membangunkan sahur dari menara masjid. Aku yang tadi berbukanya hanya sedikit mulai mengeluh kepada teman-teman. Di tengah kecemasan itu, Andre temanku punya usul, "Coba bro phone si Zara, kali-kali aja ada makanan lebih"

"Yah ngawur aja lu, dia tuh lain gang dan lumayan jauh dari kost kita". 

"Ya udah ga usah ribet, sekarang libur sahur", celetuk Abdullah. 

"Oh ya bro, tadi di beranda Musala masih banyak sisa kolak pisang mungkin masih bisa kita garap" imbuhnya. 

Aku pun bersegera menuju Musala tuk memantau siapa tahu masih bisa di gaspol gitu.

"Oh mas Dino ngapain mas?" Tanya Pak RT mendekatiku.

"Owh anu pak, HP saya ketinggalan tadi. Yaa Allah ini makanan kok dianggurin kan mubazir?" Sambungku.

"Bawa aja mas sapa tahu teman-temannya ada yang mau?"

Aku pun membawanya 6 cup plastik ke kostan. Dan sampai di kost kami tambahi air mineral agar bisa cukup dinikmati bersama .

----

Bondowoso, 17 Ramadhan 1446

Sabtu, 15 Maret 2025

KONSPIRASI

 KONSPIRASI 

Pak Tyqnue Azbynt 



Konsultasi laporan penelitianlah yang membuatku kembali ke kampus di Malang. Menemui academic advisor menjadi peretas otak buntuku. Berhari-hari di kota kelahiran justru banyak membuang waktu bersama ciwi ciwi yang samasekali memperlambat tugas kampus. 



Selepas salat Zuhur kutemui bak kantin tuk charge perut yang sudah low batt. Di kantin itu aku sudah terbiasa bercanda bar-bar, bercengkrama santai atau meregangkan otak yang sudah lama kejang-kejang oleh tugas. Bidadari-bidadari kampus yang sering mangkal di situ menjadi pencuci mata bagi mahasiswa mata keranjang macam aku.



Aneh bin ajaib ternyata geng bidadari itu semua cuek padaku. Zara, Iseh, Ayesha dan Inar macam tak kenal padaku. Mereka bersama seorang cowok keturunan Arab ngantin bareng. Sapaanku diacuhkan oleh mereka. Dan terpaksalah menemui Bak Mery seorang clerk kampus yang sedang beli air mineral. Kuajak dia bincang sekenanya agar hatiku yang getir sedikit terhambarkan. Cindy bak kantin ikutan nimbrung. Dari dialah aku tahu kalau semua ini direncanakan oleh Zara and the gang, katanya mereka sudah pada dongkol dengan sikapku yang plintat plintut macam tali kolor saja. Ternyata sakit juga kalau ada cemburu yang menimpa. 

___

Bondowoso, 15 Ramadhan 1446

Jumat, 14 Maret 2025

TERJEBAK DI RUANG NOTARIS

 TERJEBAK DI RUANG NOTARIS 

Pak Tyqnue Azbynt 



Nyantai sejenak karena hari Jumat ko Dibjo sang pemilik kedai menyilakanku tuk libur di  hari itu. And so aku hanya mengantar Fathma ke kantor Notaris - PPAT untuk meminta surat registrasi dokumen bank untuk keterangan scholarship di Taiwan. Ya namanya disuruh si Boss ya berangkat saja apalagi mengantarkan si bening Fathma. Yaa bisa healing mata dan perasaan deh. 


Beberapa kantor notaris yang kudatangi ternyata tidak siap memberikan surat rekomendasi tersebut gegara berbahasa Inggris, yaa alasannya macam-macam demi menutupi ketidaktahuannya. Terakhir ada yang Bonek memberikan tandatangan dan stempel tapi anehnya tanpa notulasi. Terpaksa aku sampaikan pada Fathma itu bisa illegal karena tanpa keterangan apa-apa.


"Mohon maaf sist, karena notulasi yang di-release pihak bank itu berbahasa Inggris ya di sini harus berbahasa Inggris pula". Setelah berkilah macam-macam demi menutupi ketidaktahuannya, akhirnya aku beri gambaran hal yang dimaksud. Berkali-kali salah baik vocabulary-nya maupun grammernya. 

"Mohon maaf, boleh saya masuk ke bilik itu?" 

"Oh boleh silakan saja"

Kutunjukkan kesalahan-kesalahannya dari notulasi itu. Finally saya diminta untuk menjadi penerjemah jika ada hal yang serupa. Ya, jawabku boleh saja asal ada staff ceweknya yang bisa jadi gacoanku. Yang di luar dugaanku justru Sang Notaris bilang, " kalau masnya mau ya aku saja, soalnya aku lebih tua dari jenengan". Jawaban yang di luar dugaan. Ya Tuhan mana yang harus aku oerioritaskan, Zara, Fathma, atau Widya Sang Notaris? Nikmat apa yang aku kufuri?

Tuhan, hatiku sedang kacau, di kuasa Mu hamba meminta pertolongan.

---

Bondowoso, 14 Ramadhan 1446

Kamis, 13 Maret 2025

ANAK KEDAI CHINESE

 ANAK KEDAI CHINESE 

Pak Tyqnue Azbynt 



Tugas penelitian dari kampus menambah puyeng otakku. Biaya dan biaya kian bertambah demi mobilitas kegiatan yang kian padat. Perlahan Zara Eng aku tinggalkan sejenak demi kesuksesan kuliah di kota orang itu. Untungnya dia tak tahu pemilik pager yang aku berikan saat di pelataran kampus beberapa pakan lalu. Biarlah dia menunggu manusia misterius yang berkostum badut itu.


Sebisa mungkin aku melobi academic advisor untuk mencari tempat penelitian di kotaku saja, ya bisa zero kost, kan bisa pulang. Walaupun sedikit ngeyel dan memohon-mohon akhirnya terkabul juga. Tajuk penelitian tentang pola hidup masyarakat Madani.


Pilihanku jatuh pada sebuah keluarga etnis Tionghoa pemilik Chinese Food Resto di bilangan Pecinan kotaku. Pilihan ini kupertimbangkan karena kedisiplinan dan kemapanan gaya hidupnya, walaupun sederhana tapi tampak para penghuninya bahagia.


Baru 3 hari di tempat penelitian, aku dikejutkan oleh seorang wanita slim dengan kulit beningnya. Aha, dia Fathma Fung yang pernah memberi uang saat aku ngamen di kostannya.

"Ah ellu, penelitian juga?"

"Penelitian apa?"

"Makul Sosiologi antropologi"

"Haah enggak kok, aku pulkam kangen papa mama"

"Kok di sini?"

"Yaa iyaa lah ini kan rumahku"

Sejak saat itulah aku tahu kalau dia sekota denganku. Keramahannya dan tampil tak berlebihan, menjadikan kami lebih akrab. Entahlah kok terasa ada perasaan lain di hati ini. Tapi aku tak berani macam-macam lagian sudah punya Zara. Sejak kepulangan Fathma, aku selalu diberi sajian istimewa. Hal itulah justru membuat waktunya sedikit delay, dan cenderung berlama-lama. Toh soal pelaporannya mudah, dan bisa disiasati. Haruskah aku mendekati Chinese muslimah yang ramah ini ataukah tetap bertahan dengan Zara.

----

Bondowoso, 13 Ramadhan 2025

KETIKA UANG SAKU MENGERING

 KETIKA UANG SAKU MENGERING 

Pak Tyqnue Azbynt 



Artificial Intelegence benar-benar menjajah dunia para seniman. Dulu hanya dengan kanvas 40x60 sudah bisa meraup jutaan rupiah hanya satu pose wajah saja. Kini lukisan AI lebih sempurna dan super murah. Utak-atik sendiri via android lalu cetak kanvas, and jadilah lukisan profesional. Bagi orang awam itu sangat bagus, tapi bagi para perupa justru kering makna. Bagi tubuh tak bernyawa.


Terpaksa aku beralih ke dunia literasi, yaa lumayanlah mendapat upah berpena di beberapa media. Namun tak seberapa lama Meta AI memporak-porandakannya. Penyuka tulisan fiksi lebih menghalukan dirinya sebagai tokoh cerita, setting dipesan, nama-nama tokohnya dipesan, dan dalam hitungan detik jadilah cerpen dan sejenisnya. Otak cerpenis yang biasa membuat imaji dengan 1000 kata menjadi kalah telak pada Kenakalan AI. Dus apa imbasnya? Uang sakuku sering mengering karena tak ada kerja seni yang bisa bercuan.


Pagi itu Bu kost sudah ceramah dan membaca hotbah tagihan uang kost. Celotehnya yang memekak di gendang telinga menjadi aku tak betah di ruang kost. Walhasil Osmond gitar akustik kubawa ke komplek perumahan tuk mengamen. Wajah seperti terbakar saat dibully anak-anak kostan cewek yang kadang bikin marah di hati. Malu? Ya jalani saja dari pada Bu kost marah-marah macam penyidik KPK saja. Dilalah di salah satu gang yang juga komplek kost cewek aku dan temanku diajak mampir ke terasnya sembari nyanyi-nyanyi lagu balada. Entah mereka iseng atau apalah aku diberi cuan yang bisa nutupi uang kost. Fathma Fung mahasiswi Amoy itu memberiku uang yang tak wajar. "Besok-besok bali lagi mas, kita bisa nyanyi-nyanyi sama teman-teman di sini, oke?" "Yap, I Will" pungkasku. Dan kami segera pulang dengan kebahagian full tuk lapor bulan pada Bu kost. Kebahagiaan itu bukan karena cuan belaka tapi kerlingan mata Fung yang telah menjerat hati ini. 

-----

Bondowoso, 13 Ramadhan 1446

Rabu, 12 Maret 2025

NGAMPUS SENDIRI

 NGAMPUS SENDIRI 

Pak Tyqnue Azbynt 



Materi kuliah statistik sama sekali tak menarik bagi kami, ditambah lagi dosennya kurang simpatik ya bisa dipastikan sepi peminat. Hanya mereka-mereka budak kampus yang begitu serius mengikutinya. Semua gengku dipastikan tak menyukai materi kuliyah itu.


Aku memilih memanjakan diri di studio lukisku. Bermain warna di atas kanvas, berekspresi lewat sapuan kuas dan palet knife. Salah satu rekreasiku adalah merupa atau menyanyi di studio. Finally kulupakan saja semua teori-teori di kampus.


"Bro, bidadarimu kenapa nyasar di pelataran kampus? Kuliyah kagak tapi malah ngampus", celetuk Ali Swarno kating kampus. Sontak saja saat santaiku terganggu. "Huh bakalan runyam ne dunia" begitu benakku. Apa masih belum selesai cemburunya, atau ada masalah lain? Aku tahu betul karakter Zara yang sensitif itu. Mau dibiarkan takut terjadi apa-apa, mau disamperi takut malah tambah runyam. Akhirnya kudatangi jua dan pantau dari kejauhan siapa tahu ada info lainnya yang bisa aku dapatkan. Ah, jangan-jangan dia hanya pura-pura cemburu demi lepas dariku, atau dia dah punya gacoan lain? Perasaan mulai kacau dah, mau dilindungi, dimanja, atau campakkan saja? Dilalah pas aku ngafe ada pemain badut di seberang jalan, yaa bisa pinjm kostumnya. And finally aku memakai kostum badut yang ternyata tidak sebegitu bau keringat mungkin karena lumayan baru. 500 ribu kuberi pada mas badut, dan aku pun mulai beraksi menari-nari mendekati Zara. Kuberi dia mawar sulap milik mas badut lalu kuucapkan "I Love you" padanya. Dia menarik tanganku seraya berbisik, " Maaf aku sudah punya mas Dino, yang biasa menjaga dan memanjakanku". Mendengar kata-katanya aku merasa senang, kuberikan dia Pager (pengirim pesan SMS sebelum ada HP), " tolong dijaga, pager ini terkunci dengan sandi, suatu saat orangnya yang kan membuka sandinya", dia hanya mengangguk setuju. Aku pun berlalu mengembalikan kostum mas badut. 

___

Bondowoso, 12 Ramadhan 1446

Selasa, 11 Maret 2025

ME TIME

 ME TIME

Pak Tyqnue Azbynt 



Setelah berpekan-pekan otakku penuh sesampah kini kusegarkan kembali semuanya. Enyahkan semua beban, memanjakan pikiran tanpa rumus-rumus dan retorika-retorika tak penting. Dengarkan suara alam, belai Sepoi angin dan kembarakan angan ke alam santai.


Saat mengenyahkan semua penyiksa bathin lalu berbicara lewat rasa, baru dapat kumaknai bahasa angin, arti cahaya, bahkan terbangnya dedebu. Pergi ke pelataran huma yang tanpa suara elektronik, tanpa kelakar tetangga, tanpa bising motor dan mobil. Baru kurasakan ketiadaanku, dan terakhir harus berlabuh pada Sang Ilah penguasa segala.


Perlahan kunikmati harum bebunga liar, gemeretak ranting patah dan segalanya kunikmati bersama makluk di sekitarku. Lama duduk bersila memusatkan semua indra dan bertumpu pada otak dan hati, baru aku mengerti bahwa aku bukan siapa-siapa, hanya bergerak mengikuti takdir. Harapku semoga takdir ini menjadi akhir yang indah, mendapat Ridha Sang Ilah.

---

Bondowoso, 11 Ramadhan 1446

Senin, 10 Maret 2025

IFTAR

 IFTAR 

Pak Tyqnue Azbynt 



Langit masih saja menjanjikan deras hujan, tampak begitu berat awan menggelayut di tiang cakrawala. Desau angin kabarkan resah seperti Zara Eng yang masih saja uring-uringan. Entah harus dengan apalagi agar luka hatinya bis kuobati. Wajah murungnya dan kekatanya yang sering ketus itu membekap napas hatiku.


Tak selaiknya puasa ini menyimpan dendam dan aku harus bisa mengobatinya. Otakku seakan membuntu saja. 

Tetiba ada calling dari salah seorang sahabat penulis yang mengajak untuk buka puasa bareng di Gandok gede miliknya.


Zara kujemput di rumahnya tuk menghilangkan bad mood-nya, atau setidaknya semacam pendekatan ulang. Kan kurajut lagi dari awal dan memulai semua cerita dari lembar-lembar awal.    Saat azan Maghrib tiba kuambilkan dua buah kurma Tunisia yang kuning keemasan. Kusuapkan walau dia sedikit mengelak. Dilalah tanpa sengaja dia melihat gantungan kunci replika tarantula, dia yang fobia binatang itu seketika saja langsung memelukku erat sekali. Anehnya saat ganci itu dijauhkan oleh temanku, dia tetap saja menggelayut, yang semula dingin ketakutan, kok menjadi hangat. Aneh? ,"Sabar sayang ada kang mas yang akan melindungimu" Tatapan tajamnya dan sedikit senyum di bibirnya menjawab semua cerita itu.

---

Bondowoso, 10 Ramadhan 1446

Minggu, 09 Maret 2025

BERSETERU LEWAT MEDSOS

 BERSETERU LEWAT MEDSOS 

Pak Tyqnue Azbynt 


Hah, hari itu benar-benar sebal. Semua media sosialku ditumpuki sesampah meme. Dengan berlaku anonimitas mereka menyerangku dengan garangnya. Semakin hari semakin viral saja dan mengganggu kenyamanku. Memang mereka tak menyerang pribadiku tapi setiap aku posting tulisan, selalu dan selalu mereka berperang meme dan bully literasi di tiap kontenku. 


Cicak vs Kadal begitu mereka menamakan dirinya. Tiap kali kublokir selalu membuat akun baru via VPN dan sulit aku melacaknya. Terpaksa aku membuat akun anonim lalu ku adu sekalian mereka sampai jadi polemik barbar. Pinternya mereka menggunakan gaya bahasa sindiran yang tidak sarkastik tapi diksinya sangatlah mendalam.


Finally kami buat kesepakatan untuk saling bertemu tuk menyelesaikan masalah mereka. Di akunku yang berfoto profil wanita bercadar menjadi strategi tuk menyembunyikan jati diriku. Di Waroeng Joglo kami sepakat tuk menyelesaikan permasalah mereka. Kupilih duduk di beranda depan dengan memesan kopi Raung Arabika, dan mereka lebih memilih jus. Aku lupa tuk menyembunyikan kebiasaanku ngopi. Akhirnya kulihat mereka datang hampir bersamaan di pelataran Waroeng itu. Hampir tak percaya yang lihat ternyata Zara Eng dan Inar. Masyaallah, rupanya cemburu Zara belum selesai.


Duduk saling cuek dan pasang wajah marah menandakan suasana hatinya benar-benar genting. Tanpa kata tanpa kupegang tangan mereka berdua tuk saling berjabatan walaupun sangat terpaksa akhirnya mereka mau. Kurangkul mereka berdua, sembari kubisikkan ketelinga masing-masing. "Masihkah kalian berseteru, damai saja jodoh sudah ada takdirnya". Kupilih berbisik biar suara baritonku tak terdeteksi oleh mereka. Selepas itu kubuka cadarku, dan mereka heran ternyata yang pakai abaya dn berniqab adalah seorang cowok. Dan, benar saja mereka mencubit, dan memukuliku bertubi-tubi. Tapi akhirnya mereka bisa meluapkan uneg-unegnya dengan lega. Setelah kujelaskan kebenaran cerita saat di Uzbekistan dulu.

---

Bondowoso, 9 Ram


adhan 1446

Sabtu, 08 Maret 2025

INDONESIA I am Coming

 INDONESIA I am Coming

Pak Tyqnue Azbynt 



Pagi pukul 6 kami landing di Bandara Internasional Soekarno Hatta dengan penat yang berat tapi terasa fresh karena rindu tanah air tertunaikan sudah. Setelah bergegas mengambil koper dari x Ray scanner, segera kuambil hand bag yang berisi sedikit roti dan kacang-kacangan. Perutku sudah menunggu asupan pagi tuk sekedar breakfast. 





Nun di peron sudah menunggu Si Manis Zara Eng. Senyumnya mengembang  indah melenakan hatiku saja. Walaupun sedikit kurus gegara sakit sejak kepergian ku ke Uzbekistan. Kami memilih berpisah dengan teman-teman sedang aku ngegrab berdua dengannya sembari melepas rindu. Kami sarapan di mobil berdua sembari bercerita banyak hal. Kuceritakan kisah cinta Inar dengan penduduk lokal Uzbek, tapi sayangnya bebebku malah cemburu karena aku cerita cewek lain. Entahlah apa dia hanya BT atau hanya cemburu sesaat. Namun tetesan air matanya membuatku jadi bingung. Bibirnya bergetar dan tatapan kuyunya berpadu dengan genggaman erat tangannya ke tanganku menanda keseriusannya. Kuelus-elus pundak kanannya sembari berucap, "Iam here and always yours" . Tatapan matanya masih saja menyurat keraguan.


Sejenak kami diam, di tengah kebingungan itu aku nekat menunjukkan foto-foto Inar dan cowok barunya, serta si Ayesha dan Iseh yang penya keasyikan tersendiri. Lagi-lagi Zara hanya diam. Rencana yang mau buat kejutan saat ulang tahunnya di bulan Oktober terpaksa deh aku segerakan. Sebuah liontin dengan  permata biru toska aku berikan di dalam mobil itu. "Habibi qalby maak" sembari kukecup keningnya, barulah ulas senyumnya kembali membuncah. Driver? Aha acuhin saja walau kutahu dari ekor matanya mengintip kami di spion mobilnya. 

-----

Bondowoso, 8 Ramadhan 1446

Jumat, 07 Maret 2025

BANDARA INTERNASIONAL ISLAM KARIMOV TASHKENT

 BANDARA INTERNASIONAL ISLAM KARIMOV TASHKENT 

Pak Tyqnue Azbynt 



Kami memilih Direct Flight Tashkent - Jakarta, hari Rabu yang hanya sepekan  sekali ini  menjadi pilihan yang pas. Economi Class hanya sekitar 6 jutaan perorang dan membutuhkan waktu sekitar 8 jam menuju Jakarta. Bandara yang tak sebegitu besar ini telah membangkitkan rindu pulang yang mendalam. Setelah berhari hari kami makan makanan khas yang penuh rempah dan daging justru di terminal bandara kami menemukan resto Korea, tapi kami memilih bergegas selonjaran di kursi-kursi departure bandara. Yaa karena tak begitu ramai apalagi penerbangannya pukul 10 malam. 


Aku memilih ticket yang A 45 Yap pas dengan jendela, ya bisa melihat lihat langit malam Tashkent. Makanan yang tersaji kembali makanan berempah, daging, kismis, kacang-kacangan ya ramai rasa deh. Aku lihat teman-teman menikmati makanan itu setelah 1 jam-an selepas take off. Aku sedikit kurang suka makanan yang banyak minyaknya itu, tapi soal rasa ya memang maknyuss apalagi Plov yang kaya rasa itu. Roti dan beberapa bungkus kacang sengaja aku bungkus untuk breakbeat saat tiba di bandara internasional Soekarno-Hatta Jakarta esok paginya. 



Ada catatan tersendiri bagi kami dari perawatan ke Uzbekistan ini, yaitu kami mendapatkan Scholarship dengan mudah. Alhamdulillah. Yang lebih berkesan justru Inar Arroisy yng yang lagi kasmaran itu, saat mendapat kecupan manis di punggung tangan kanannya dari Sang Pangeran Alee Mahmoudov sebari berucap," Meni gaytishini kutmoqchiman" (kutunggu kedatanganmu kembali dengan sabar) wah senyum-senyum sendiri dia di sepanjang penerbangan. Haaa kesambet cinta dianya.





---

Bondowoso, 7 Ramadhan 1446

Kamis, 06 Maret 2025

TILYA KORI MADRASA

 TILYA KORI MADRASA 

Pak Tyqnue Azbynt 



15⁰ C cuaca di Degistan serasa tak bersahabat bagi kami, jaket panjang dan hand glove tak mampu menghangatkan tubuh kami. Demi memanfaatkan waktu, dalam suasana yang dingin itu kami terpaksa mengunjungi banyak situs yang menarik. Tilya Kori menjadi pilihan kami.


Inar rupa-rupanya lebih dingin tinimbang yang lain, karena dia tak lagi dibersamai Mahmoudov pria idamannya itu. Wajahnya tampak murung dan kadang uring-uringan, kadang marah. Mungkin yang bisa membuatnya sedikit berbuat sesuatu karena memo khusus yang ditulis Mr.Davlat  Sang seniman yang kami jumpai saat jamuan makan sahur beberapa malam yang lalu. Di memo itu bertuliskan pesan khusus agar salah seorang guru besar di lembaga itu memberikan nota beasiswa atau scholarship dari kampus (Tilya Kori Madrasa). Yaa lumayanlah, S2 di luar negeri kan lebih prestige.


Memasuki pelataran madrasa yang begitu menakjubkan itu perasaanku seperti di negeri dongeng saja. Ornamen-ornamen dindingnya penuh ukiran perpaduan gaya Arab Eropa dan Asia. Kaligrafi yang indah dan megah menjadi penyihir mata dan hati kami. Amazing, and we must say Subhanallah, so beautiful. Di madarasa itu banyak mahasiswa menekuni berbagai studi, filsafat, budaya, seni, dan dirasah Islamiyah. Saat mata tertuju pada interior madrasa kami dikejutkan sapaan seorang guru besar di sana."Assalamualaikum, I'm Rustambek Sultonov, are you Indonesian? Just now Mr. ..phoned to meet you. his recommended was accept by this madrasa". Tanpa basa basi kami langsung saling bertatapan satu sama lainnya tanda tak percaya atas kenyataan itu. Selepas kuliah S1 di negara kami, harus segera kembali ke Uzbekistan tuk ambil program gratis tis tis, dengan segala kebutuhan hariannya. Oh my God betapa bahagianya. Mr. Rustambek menelpon seseorang agar membawa kami ke ruang administrasi, yassalam ternyata seorang asisten Mr. Sultanbek adalah si Alee Mahmoudov yang kembali melayani kami. Yah si Inar lagi yang mendapat prioritas utama, dan kami hanya jadi pemeran pembantu. 

----

Bondowoso, 6 Ramadhan 1446

Rabu, 05 Maret 2025

AFSONA RESTAURANT Food and Love

 AFSONA RESTAURANT 

Food and Love 

Pak Tyqnue Azbynt 



Beshbarmak teronggok di meja Inar yang dipesan khusus oleh Alee Mahmoudov, sebenarnya tak menggugah seleranya. Inar yang vegetarian sejatinya nek dengan daging-dagingan apalagi   dipembukai dengan beshbarmak yang berupa daging sapi rempah dengan mie pipihnya. Masih lagi susu kuda fermentasi yang lumayan masam itu. 


"Would you prefer Pilaf or Somsa?"

"What efer you prefer"

Tampaknya Inar takluk dan pasrah pada Mahmoudov walaupun sejatinya dia nabatiwan atau vegetarian. Entahlah, yang jelas hari itu dia tidak merasa mual menghirup aroma dedaging, dan lagi daging kuda terasa kurang familiar bagi telinga Indonesia.


Senampan Pilaf dan bebara gelas sharbat menjadi peneman jamuan mereka. Aku, Ayesha, Iseh, dan kawan kawan menjadi pelengkap penderita saja, karena Inar dan Alee Mahmoudov menjadi sejoli yang tengah kasmaran di restoran itu. Dan   anehnya Inar begitu menikmatinya sajiannya. Manusia yang sejak.kecil anti masakan daging justru kini bisa menikmatinya, apalagi berhadapan dengan cowok berhidung mancung depan nampan kayu yang berisi Pilaf. Ayesha sedikit memberi kode padaku agar mengusilinya. Aku pura-pura tersedak, namun hanya Ayesha dan Isehlah yang pura-pura gupuh membantuku. Inar dan Alee benar-benar mengacuhkan aku dan kawan-kawan. Benar kata orang, "kalau cinta sudah melekat tahi kucing pun serasa coklat".

__

Bondowoso, 5 Ramadhan 1446

Selasa, 04 Maret 2025

RINDU LANGIT SENJA BUKHARA

 RINDU LANGIT SENJA BUKHARA 

Pak Tyqnue Azbynt 


Pertemuan di Kalyan Minaret antara Inar arroisy cewek Indonesia dengan Alee Mahmoudov seorang seniman pahat dari Bukhara menjadi catatan tersendiri bagi Inar. Tangga menara yang hampir 200an itu memang benar-benar menyiksa kaki cantiknya. Baru sekitar 100an anak tangga dia terkilir, beruntunglah tubuhnya langsung disanggah oleh sang seniman. Cowok lokal tampan dan sopan membuat dadanya bergetar. Tampak bulu halus di tangannya, terasa merinding saat menyentuh tangan Inar. 


Dengan kaku cewek itu melakukan dialog bahasa Arab padanya. Bukan karena tak bisa Bahasa Arab, kan di kampusnya sudah terbiasa dengan Abuya sang pengasuh. Intinya kekakuan berdialognya bukan karena tak bisa tapi justru karena berhadapan dengan cowok asing yang menolongnya. Untunglah Iseh dan Ayesha menimpalinya dan sesekali berbahasa Uzbekh dengannya. Inar berpikir kalau ia hendak di bully oleh dua cewek Indo-Kazakh itu. Tapi perasaan itu segera di tepisnya jauh-jauh, toh dua cewek itu yang pernah membantunya saat di Degistan Samarkand Square dulu. 


Ayesha menelponku saat rehat santai di hotel Madrasa katanya suruh menemuinya di pelataran masjid Bukhara, dan pesannya agar Inar and the Genks turut diajak. Singkat cerita kami pun meluncur ke sana di sore itu. Sesampai di lokasi ternyata dia telah bersama Si Alee Mahmoudov. Beberapa souvenir Wood carving dibawanya untuk kami, tapi yang paling bagus justru untuk Inar. Sebuah  souvenir tempat Alqur'an warna coklat kemerahan dengan  kaligrafi Arab bertuliskan "INAR Arroisy and ALEE Mahmoudov".  Wah ada sinyal ne, begitu pikirku. Sore telah menyila senja saat Alee dan Inar saling berjabat tangan sembari melepas senyum tipis penuh makna.

__

Bondowoso, 4 Ramadan 1446


Senin, 03 Maret 2025

LEPYOSHKA dan BENCANA KECIL INAR

 LEPYOSHKA dan BENCANA KECIL INAR

Pak Tyqnue Azbynt 



Libur pasca semesteran di sebuah kampus Istitut Agama Islam al-Maliki Bondowoso menjadi anugerah tersendiri bagi Inar dan kawan-kawan. Rutinitas, ngitab, mengkaji literasi, dan tetekbengik lainnya memang menyiksa otaknya. Sengaja kutawarkan kejutan bagi dia dan beberapa kawannya tuk sekedar "kabur aja dulu" ke Uzbekistan yang bebas visa bagi kita orang Indonesia, lagian aku juga punya teman indo dari sana Ayesha Zhanar dan Iseh Gulzhan yang kebetulan juga pulkam ke rumah mamanya.



Degistan Samarkand Square menyambut kami di suhu minus satu derajat, tampak pepohonan sudah bermahkota salju. Alun alun yang diapit masjid dan beberapa madrasah dengan bangunan megah abad pertengahan menjadikan penyihir hati kami. Walau sudah dijadikan spot wisata dan orang berjualan souvenir tapi nuansanya masih terasa saja. Saking girangnya Inar dan kawan-kawan duduk lebay di pelataran masjid yang sudah tak ditempati beribadah itu. Jepret sana sini, berputar-putar Sampai guling-gul8ng. Ah lebay amat, karena ulahnya roti lepyoshka (lepyshka) yang dipegangnya jatuh ke lantai. Sontak saja seorang ibu-ibu memarahinya begitu pun orang disekitarnya ikutan marah. Dalam suasana kacau itu terpaksa kutelpon Ayesha untuk segera datang mengatasi masalahnya. Ya sekitar beberapa menit dia datang mengurai keruwetan itu. Usut punya usut ternyata ada keyakinan masyarakat sana kalau meletakkan Lepyoshka di lantai itu tabu, yang diyakini bakal ada bencana di daerah itu. Untunglah penjelasan Ayesha bisa dimaklumi oleh orang sana. Ya intinya di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Jaga sikap, jaga etika.

_

Bondowoso,  3 Ramadhan 1446





Minggu, 02 Maret 2025

NGEDAI BARENG AYESHA ZHANAR

 Ngedai bareng AYESHA ZHANAR 

Pak Tyqnue Azbynt



Liburan semester telah mendamparkan aku ke kampung halaman yang damai. Otak kembali segar dan tenang dengan sendirinya dengan healing di kota kecil Bondowoso. Sore hari keliling di bilangan main road dengan menunggang motor listrik dengan santai. Bergerak dengan senyap lebih memprioritaskan telingaku menangkap semua suara. Kota kecil masih lumayan damai dari kepadatan lalu lintas apalagi di hari Sabtu dan Ahad.


Ahad 2 Maret aku ke Orilla Cafe tuk menghadiri temu penulis  Griya Literasi Bondowoso yang biasanya kami hanya temu lewat maya. Di lantai dua lumayan sepi, dan sedikit privasi karena sekat ruangnya yang semi tertutup. By the way saya memilih di tempat itu tuk sekedar nyantai sembari membaca-baca karya para sahabat literasi sebelum peserta lainnya tiba. 


Takdir memang sulit dinyana, buktinya aku bisa bertemu dengan si manis Ayesha yang selama sepekan berwisata ke Kawah Ijen dan beberapa spot wisata lainnya di Bondowoso. Memang kakek neneknya tinggal di bilangan kota kecil ini, ya mungkin sekalian berkunjung ke kampung bapaknya dulu. Kopi Raung Arabikalah yang telah membawa si cantik ke kedai Orilla Cafe. 


Ayesha kini dah jadi WNI mengikuti kewarganegaraan sang ayah. Walaupun sang ibu tetap memilih kewarganegaraan Uzbekistan,  Lidah Ayesha lebih mengindonesia dan makannya lebih banyak menu lokalnya.


Operasi yustisi merusak suasana. Entah sedang sial atau apalah, tetiba saja ada operasi yustisi di tempat kami sedang bercengkrama menikmati suasana. Pol PP, scurity kedai itu dan seorang polisi mengintrogasi kami semua. Semua KTP disuruh tunjukkan, termasuk punya Ayesha yang baru menjadi warga +62 ini. Beruntunglah dia telah naturalisasi beberapa Bulan yang lalu. Sialnya kami berdua diborgol dan dinyatakan sebagai pengedar sabu. Berbagai argumen dan alasan kami mentah di mata mereka. Ayesha menangis sejadi-jadinya dan sedangkan aku marah semarah-marahnya. Suasana kian tak terkendali ketika banyak HP yang menyorot kami.  Di tempatkan di ballroom dan disaksikan banyak orang. Tetiba pemilik cafe memohon maaf atas ketidak nyamanan pada para pengunjung, "Saudara-saudari sekalian sebagai owner kami mohon maaf atas situasi ini, dan khusus untuk mas Nano serta bak Ayesha selamat ulang tahun, kalian berdua ulang tahun di bulan yang sama, anda kena prank, dan untuk pengunjung sekalian hari ini kami gratiskan semua hidangan karena hari ini juga ulang tahun saya", bersamaan dengan hal itu Ayesha yang menangis tersedu hanya pasrah dan rebahan di pangkuanku dengan tangan yang masih terborgol.

--

Bondowoso, 2 Ramadhan 1446

Sabtu, 01 Maret 2025

ISEH dan AYESHA

 ISEH DAN AYESHA 

Pak Tyqnue Azbynt 



Duduk nyantai di taman kota sembari memandangi Bougenville Golden Rao yang memukau mata menjadi penyanding rasa di sore itu. Nun di sebelah Utara tampak dua mahasiswi fakultas sastra yang tak asing bagiku. Iseh dan Ayesha, mereka sama sama indo Kazakhstan, bapak mereka sama-sama berbapak pekerja migran yang kemudian menyunting dua cewek Asia tengah nan jelita. 


 Iseh Gulzhan lebih mengindonesia dengan julukan Isehnya, sementara Ayesha Zhanar* sama sekali tak tampak panggilan lokalnya. Memang basis nama mereka sama merujuk pada nama Aisyah tapi dengan pelafalan uzbeknya. Alasan kedua bapaknya sama benar, yang satunya biar kelihatan lokalnya yang satunya biar kelihatan negeri ibunya. 


Kang Joko ayah Iseh punya alasan sederhana tapi mengena yaitu biar cinta Indonesia dan lebih mudah mengurus naturalisasinya, walaupun kenyataannya ya sama saja. Sementara mas Joni memberi nama anaknya Ayesha Zhanar biar tak seperti cewek lokalan. Kedua cewek itu sama-sama membawa perawakan ibunya yang tinggi dan cantik, mata hazel rambut pirang dan kulit putihnya. Yang membedakan lainnya adalah Iseh berbahasa Jawa medok sementara Ayesha berbahasa Turkey dan Kazakh. Dua cewek itu begitu iconic di fakultas Sastra Nusantara dengan bahasa Indonesia, Melayu, Tagalog, dan Thay. Keduanya sama betah tinggal di Indonesia.


Di Jalan HR. Rasuna Said, Kuningan Jaksel kembali lagi kubertemu dengan mereka. Tumben mereka memakai busana batik saat berada di kav. 5 Kantor Kemenkumham. Benakku beritanya-tanya ada apa dengan gerangan mereka berdua?. Aku yang sedari dulu ingin lebih dekat dengan meraka sontak saja bergegas. Senyampang lagi mengurusi ijin yayasan pendidikan di tempat yang sama. 

"Eh ellu ngapain di sini?"

"Hmmm proses naturalisasi deh", timpal Ayesha dengan logat asingnya. 

"Dan ellu?"

"Podho mas pengen dadi wong Indo koyok bapakku, kan kene nganut sistim Ius Sanguinis?"

Benar saja proses Iseh lebih lancar tinimbang Ayesha karena komunikasinya lebih sat set. Dan akhirnya akulah jadi malaikat penolongnya, lagian kesempatan takkan terulang, ya gak?. Kumanfaatkan moment itu, sembari menggandeng tangannya kudampingi dia sampai kelar, walaupun begitu melelahkan.

"Oh yaa trim ya bantuannya, mesti balas apa aku ini?"

"Aah ga perlu kok, hmm tapi boleh gak aku cium keningmu cah bule?"

Heem boleh aja ga papa kok"

"Cuit cuiiit, masse modus bok...",  celetuk Iseh sembari nyengir manis.

__

Bondowoso,  1 Ramadhan 1446

PERJALANAN DI HUTAN PINUS

 PERJALANAN DI HUTAN PINUS  Pak Tyqnue Azbynt  Erkantina wanita yang kuidamkan sejak aku  SMA itu kini benar-benar bersamaku. Momen saat dia...