Total Tayangan Halaman

Selasa, 08 November 2022

Langit Merah di Kaki Argopuro

 



LANGIT MERAH DI KAKI ARGOPURO

Pak Tyqnue Azbynt


Sore itu aku dibersamai kakak sedang mengambil 19 foto hitam putih di sebuah rumah tua desa sebelah. Foto diri seorang veteran yang diminta negara untuk dijadikan database LVRI. Begitu pun hari-hari berikutnya aku dan kakakku disibukkan untuk mengumpulkan 19 dan 19 foto dari 5 orang veteran angkatan 43 yang masih tersisa di kecamatanku. 


Mencetak foto bagi masyarakat desa kala itu tidaklah mudah butuh biaya ekstra plus harus ke kota untuk mencari studio foto. Apalagi berhadapan dengan beliau-beliau yang sudah sepuh seringkali diskonek saat kami wawancara. Lanjut ke kecamatan dengan membawa foto dilengkapi data dan catatan-catatan tentang memori perjuangannya sebagai penguat data yang kami kirim. Sebagian lagi kami kirim ke LVRI. Janji pemerintah  kala itu ( era ORBA ) akan  diberikan SK untuk mendapatkan gaji sebagai veteran RI.

Bulan berganti hingga tahun pun purna sudah, kabar usaha kami tak kunjung entas. Banyak barang terjual demi mendapat sebuah pengakuan dan gaji bagi para veteran itu. Di kecamatan lain ada yang sudah mendapat kabar bahkan gajian pertama pun sudah didapatkannya. Sebagai rakyat kecil kami bisanya hanya bertanya. Biaya yang tak sedikit bagi orang jelata itu membuat mereka sakit hati karena usahanya nol besar sedang biaya habis sudah. 


Aminah salah seorang cucu dari veteran itu menangis sesungukan karena kakeknya justru telah berpulang beberapa hari yang lalu. Dia yang hanya dibersamai sang kakek kini telah menjadi sebatang kara. Tangisnya meruntuhkan hatiku. Saat keharuan yang mendalam itu ternyata ada kiriman surat dari Pak Pos yang isinya ternyata datanya dianggap invalid. Namun yang membuatku benar-benar marah dalam hati saat Pak Pos membisikkan kekata, " Apa bapak-bapak yang sedang diurusi itu ikut partai selain partai pemerintah?... Biasanya sulit pak untuk Goal ", katanya. Benar saja mereka yang sedang kuurusi itu adalah para simpatisan P3.


Atas saran kakekku agar menjadikan Aminah sebagai adikku. "Yaah terlalu berat kek, tak mungkin lah ". Tapi kakek bersikukuh karena embahnya  teman seperjuangan katanya. " Mangnya kenapa kok dikatakan berat?". Sambungnya. Kalau jadi saudara aku takut usil, dia kan dah besar dan cantik pula. Kakek yang sebagai guru ngaji rupanya menangkap apa yang kumaksud. Beliau justru takut nakalku kambuh, dan bermain-main dengan anak perawan orang.


Belum sampai 40 hari meninggal mbahnya Aminah, kini kami justru menggelar prosesi pernikahanku dengan dia yang super gemoy itu. Tak lupa semua teman veteran kakekku diundang semuanya. Gegara itulah kami dicurigai hendak melakukan kup pada pemerintah. Maklumlah jaman orba, pergerakan apa pun selalu dipantau. Tapi para mantan serdadu itu justru menunjukkan kekuatannya yakni dengan menghadirkan Letnan Untung komandan peletonnya dulu. Walaupun harus dengan iuran untuk bisa menghunginya di kota Malang. Dan pernikahan kami dimatai matai pihak pemerintah. 


Aminah terlalu polos untuk diajak ke langit ke 8. Dia hanya menunduk dan seperti boneka saja. Akhirnya aku tak sabar juga, kupangku dia saat di depan para veteran itu. Embah Mustakim salah seorang veteran yang lucu itu malah berseloroh, " Awas le... Jangan sampai peluru habis sebelum musuh terkapar". Ucapnya sembari melemparkan kudapan di depannya padaku. Ternyata Aminah tersenyum seraya nyeletuk", iih .. ". Lalu kutanya ", kenapa Diajeng ?". " Sabar bang ajari aku dulu ", bisiknya sambil tersipu. 

___

Bondowoso, 81122

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERJALANAN DI HUTAN PINUS

 PERJALANAN DI HUTAN PINUS  Pak Tyqnue Azbynt  Erkantina wanita yang kuidamkan sejak aku  SMA itu kini benar-benar bersamaku. Momen saat dia...