MALAM SEMENJANA
Pak Tyqnue Azbynt
Malam 10 November jelang ziarah ke Astana syuhada bangsa. Taman Makam Pahlawan Bondowoso begitulah nama Astana itu tempat yang akan kami ziarahi esok pagi. Sebagai pembina OSIS ( OSIM ) aku pastikan persiapannya sudah benar-benar ready. Bareng 1000 santri ( siswa kami ) lumayan banyak juga jika semuanya berangkat bareng dengan bersepeda onthel. Seperti tahun-tahun sebelumnya pastinya jadi sorotan publik ketika di jalanan.
Merapat ke rest area tepatnya di Waroeng Bu Kadir tuk sekedar ngopi malam itu. Suguhan lagu-lagu Tempo Doeloe membawaku pad nuansa era perjuangan. Adik-adik dari Viper band yang tampil begitu menjiwai adalah kelebihan tersendiri di Waroeng dengan nuansa kafe itu. Di meja sebelahku tampak seorang mahasiswi sedang mengerjakan tugasnya. Demi WiFi gratisan terpaksalah dia kerja sendiri di tempat itu.
Ternyata mahasiswi cantik itu berasal dari Kota Pahlawan yang sengaja ngampus di Universitas Negeri Jember kampus Bondowoso. Alasannya cukup sederhana demi ketenangan dan biaya hidup yang murah. Di kota kecil Bondowoso memang menyajikan banyak ketenangan, alamnya yang asri serta kehidupan masyarakatnya yang masih guyub menjadikan tawaran yang menyenangkan.
Berapa kali tangannya dikepalkan dan menghela napas panjang seperti sedang menahan kepedihan. Karena tak tega terpaksalah dihampiri jua. Dari sanalah baru kutahu kalau ada info bahwa kakeknya yang veteran itu meninggal beberapa saat yang lalu. Sementara tugas kuliyahnya harus tuntas sebelum pukul 24.00 malam itu. Kutawarkan tuk membantunya karena tugasnya bertemakan tentang sejarah kebudayaan yang kebetulan sama dengan mata ajar yang kuberikan pada murid-muridku.
Tinggallah bagian kongklusi dan penutup saja. Niat menghilangkan penat kumerapat ke anak band. 'Selendang Sutera' kulantunkan lagu perjuangan itu. Tetiba gadis tadi collapse dan tak sadarkan diri. Barulah kutahu saat dia siuman ternyata lagu itu adalah lagu kenangan yang biasa diinstrumenkan kakeknya dengan biola kesayangannya. Aku menyesal dan merasa bersalah atas lakonku. Kudekati dia sembari pohonkan ampunan darinya. Dia menangis sesungukan dan memelukku tanpa sadar aku ini siapanya. Sejenak aku diam, tapi kehangatan badannya menggugah setan belangku. Beruntungnya aku sedang dalam nafsu damai.
___
Bondowoso, 10 11 22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar