CAYA HILALI
Pak Tyqnue Azbynt
Sebuah pesan permintaan dari seorang tentara yang dulu pernah sekampung denganku telah menyalakan nyaliku yang terlalu lama redup. Bang Tarmizi begitu aku memanggilnya, seorang tentara AD asal Nagroe Aceh Darussalam yang bertugas di kesatuan RAIDER 514 Bondowoso. Lama aku tak mendengar beritanya tahu-tahu mengirimkan pesan via WhatsApp agar aku datang ke sebuah tempat yang bernama Puring Kencana Kapuas Hulu daerah yang mendekati perbataan distrik Sri Aman Kuching Malaysia. Negara membutuhkanmu kawan, kami butuh relawan pendidikan yang punya kecakapan khusus terutama pembuatan media pembelajaran..., jangan cemas urusan gaji, separuh gajiku aku berikan padamu sebelum negara ini merespon usaha kita, katanya. Aku meng-iyakan saja tapi niat membelotku ada, aku hendak kerja di Malaysia dengan cara illegal.
Bersama beberapa tentara yang baru ditugaskan di kecamatan dengan luas 440 km2 itu menjadi tantangan yang di luar dugaanku. Jarak ratusan km harus kami tempuh dari kabupaten Putusibau Kapuas Hulu melalui jalanan darat yang sama sekali tak bersahabat dengan kami. Beruntung kami dibersamai bapak tentara dan dengan mobil 4x4 mereka bisa melibas trek yang menyiutkan nyali saja. Beruntunglah kami bisa tiba dengan selamat walaupun badan serasa remuk gegara guncangan di perjalan sepanjang 250 km itu.
Satu bulan pertamaku hanya dihabiskan di barak militer bersama para penjaga negeri di titik terluar itu. Aku memilih adaptasi terlabih dahulu sesuai anjuran bapak-bapak tentara yang berusaha meyakinkanku. Pasca gajian bang Tarmizi mengajakku ikut menjelajah ke area tempat anak-anak belajar tepatnya di SDN 01 Sungai Antu. Naluri mendidikku masih ada rupaya saat melihat generasi bangsa berlarian di halaman sekolah mereka. Ingin rasanya aku mengajak mereka bernyanyi, melukis, atau mendongeng yang sudah menjadi passionku. Saat kami memasuki gerbang sekolah itu, Pak Alexander mempersilahkan kami melihat-lihat kelas dan lingkungan sekolahnya. Dari situlah aku mengetahui bahwa mereka butuh guru yang kreatif untuk membuat berbagai peraga sekolah hand made. Sebagai matan guru yang seorang perupa macam aku hal itu bukanlah hal yang menyulitkan.
Gagal menjadi guru PNS di sekolahku dulu telah menjadikan semacam fobia untuk menjadi pendidik,tapi demi tendensi tujuan lain aku menyanggupi permintaan pak kepala sekolah agar aku menjadi bagian dari pendidik di sana. Alasan lainlah yang menjadikanku menyanggupinya. Suatu saat aku akan keluar negeri secara ilegal, begitu batinku. Menjadi guru SD Negeri yang PNS, P3K atau sejenisnya sepertinya takkan bisa aku gapai, karena basic-ku guru PAI tak punya peluang di tempat itu yang sudah ada guru agamanya. Kali itu aku menyanggupinya tanpa pikir jadi ASN, alasanku satu yaitu batu loncatan tuk ke Malaysia secara ilegal.
Di HUT RI yang ke 77, di distrik itu seperti tempat lain yang mengadakan lomba Agustusan yang digagas oleh bapak-bapak tentara dan pemerintah kecamatan, menjadi moment khusus bagiku karena bisa lebih kenal dengan masyarakat lebih dekat. Niat untuk mencari petunjuk ke Malaysia melaui info masyarakatlah yang kucari. Pendekatan awal melalui kepala desa. Tanya ini itu dan sebagainya sebagai pemula pembuka akses informasi.
Pak guru..., dulu di desa ini ada seorang guru perempuan yang punya dedikasi yang cukup tinggi, dengan gaji sekedarnya tetap saja semangat, tapi karena ada keluarganya yang meninggal dia pulang ke Sukabumi Jawa Barat sana. Janjinya sih hanya sebentar tapi sudah hampir 7 bulanan belum juga kembali ke sini. Dia malah sering ikut warga berjualan di Pasar Sri Aman Malaysia , paparnya.
Owh benarkah?, memangnya jualan apa kok sampai ke Malaysia?, Tanyaku.
Hasil bumi pak, tapi berangkatnya pukul 12 malam melalui jalan tak resmi yang lebih dekat dan tak perlu pasport, Katanya.
Sejak mendapat info dari Pak Kades aku mencari-cari cara agar bisa ikutan warga tuk membantu berjualan di negeri sebelah. Aku pun sudah dapat peluang dari tetangga Pak Kades untuk ke Malaysia, tapi harus membantu memanen hasil bumi dulu. Tak seperti biasanya di desa itu pemanenan dilakukan sore menjelang petang, demi mempertahankan kesegaran sayur atau palawija yang hendak mereka jual. Konon di Pasar distrik Sri Aman sayur dan buah dari Indonesia sangat diminati warga saja karena kualitasnya cukup bagus.
Pukul 12 malam kami berangkat melewati jalan setapak dengan jarak 11 Km yang hanya bermodalkan senter kecil plus jalan kaki pula. Pukul 3 kami telah tiba, di pasar itu yang punya selisih 1 jam lebih awal di negeri tetangga itu. Selepas menggelar lapak, kami pun dikerumuni para pembeli. Alhamdulillah kami bisa pulang pagi ke Indonesia dengan membawa 200 Ringgit Malaysia. Terbayar sudah lelah kami yang menembus pekat malam dengan kelelahan yang menjalar di tubuhku yang tak terbiasa jalan di tengah malam sejauh itu.
Jalan untuk keluar negeri sudah tergambar jelas, tekatku makin kuat pula. Sekali lagi naluri mengajarku masih ada kala membersamai anak-anakku yang sudah begitu dekat denganku. Hal itulah yang membuatku tak pernah jadi untuk kabur ke kota Kuching Malaysia yang bersebelahan dengan tempatku berada. Tak tega rasanya meninggalkan generasi bangsa yang berada di titik terluar negaraku. Masa sih harus aku tinggalkan mereka setelah kepergian bu guru idola mereka?.
Selama sepekan terakhir aku hanya bisa mengisi pelajaran jam-jam terakhir karena kecapaian tiap hari pergi ke pasar, apalagi di sekolah dilatih upacara oleh bapak-bapak tentara. Pikiranku telah teracuni halusinasi untuk kabur dan kerja di Malaysia. Perbedaan sekolah di Malaysia dengan di Indonesia cukup mencolok. Di Indonesia kekurangan biaya sementara di dekat perbatasan seperti di sekolah Simanggang Sri Aman yang menyediakan asrama dan fasilitas lengkap untuk siswa siswanya yang ternyata ada warga kita yang bersekolah di sana dengan modal punya Id card penduduk Malaysia. Gaji guru yang besar, walau pun pendatang juga boleh asal punya komitment yang kuat. Alasan itu semakin menggodaku.
Hari itu Rabu 17 Agustus 2022 bertempat di lapangan kecamatan, kami bersama warga sekolah membaur dengan semua pegawai kecamatan, tentara serta aparatur yang lain tuk mengikuti upacara bendera HUT RI ke 77. Penyampain pidato Pak Camat menegaskan agar kami cinta NKRI ini dengan sepenuh hati, aku acuhkan dalam hatiku. Tapi kala menyanyikan lagu-lagu Nasional hatiku bergetar saat menghayati lirik lagu-lagu itu, apalagi penyanyinya cukup bagus membawakannya and plus cantik pula. Barulah aku tahu dialah yang diidolakan murid-murid kami yang ternyata sudah datang kembali dari Jawa.
Yaaap itulah beberapa lagu yang dibawakan oleh Bu Guru cantik Nur Hilaliyah,. Sila dilanjut bu guru...., kata protokol.
Baik hadirin yang berbahagia, untuk lagu berikut saya akan bawakan sebuah judul Berkibalah Benderaku karya almarhum Gombloh. Saya tantang untuk hadirin jika ada yang bisa dan suaranya 11-12 dengan saya jika cewek saya berikan gaji saya selama sebulan, tapi jika cowok akan saya jadikan pacar saya, kata si bu guru cantik itu. Tapi anehnya tak ada satu pun yang meng-iya-kannya. Kalua aku memang tak berkata apa-apa dengan harapan saya mau mendekati langsung sebagai kejutan saat lagu dimulai. Baru tut organ dibunyikan, aku langsung berlari ke panggung dengan tepukan riuh hadirin. Sebagai budak seni yang pernah menjadi manager Viper Band di kotaku, soal nyanyi-nyanyi bukan hal yang merepotkan bagiku.
hadirin sekalian saya bertanya..., apakah saya bisa 11-12 dengan suara bu guru ini?, timpalku selepas menuntaskan lagu. Dan ternyata mereka menyatakan 12-12.
Naaaah kalau begitu mohon disaksikan pula, sesuai dengan janji Bu Guru tadi, jika cowok jadi pacarnya kan.?. tanpa kuminta sang bu Guru itu langsung menggamit tanganku dan di kecupnya di hadapan para pejabat dan peserta upacara. Untungnya aku bisa kendalikan diri di event itu, penginnya sih aku peluk erat dan kukecup keningnya sebagaimana kebiasaan nakalku, he he.
_________
Bondowoso, 25 September 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar