Total Tayangan Halaman

Selasa, 30 Januari 2024

JALAN PULANG

 JALAN PULANG

Pak Tyqnue Azbynt

           Tampak buram kaca helm oleh sapaan sisa gerimis malam yang menyerta perjalananku pulang. Setelah dua jam terlewati, duduk bersemuka dengan murid les privat, kantuk pun mulai merayap, dan saatnya pulang menuju ruang rehat di rumahku. Sesekali angin dingin mendera membawa sisa rinai gerimis yang menakali tubuh lelahku. Tak banyak yang kuhayal diperjalanan, selain perasaan damai di jalan itu. Entahlah apa maknanya, aku hanya merasa damai di jalan itu. Mungkin karena di salah satu sisi jalannya ada rumah Veve yang dulu pernah membersamaiku saat di bangku sekolah.



          Sengaja kupelankan laju motor demi menuruti persaan damai, walau malam kian beranjak larut. Aku pulang dari memberi materi les sekitar pukul 11 malam. Jika tak ada hujan, jalan di kota kecil kami sesekali masih ada motor, atau mobil yang melintas, dan kadang melintas juga penjual jajanan yang pulang membawa gerobaknya. Saat tepat melintas di dekat rumahnya, jendela itu masih terbuka dan tampaklah dia masih memesrai buku di depannya. Oh dia sedang belajar begitu benakku,  jendela itu terbuka padahal malam sudah kian dalam. Adakah seseorang yang sedang dituggunya?, atau dia sengaja memberi sinyal padaku agar aku mendekatinya? Aah tak mungkin, dia kan sudah bukan apa-apaku lagi, sejak ibundanya tak menerimaku sebagai sahabatnya. Mau kukode dengan bunyi klason?, ah ini kan sudah lumayan malam, begitu dialog di otak ini.

          Untuk menggenapi biaya kuliyah, paruh waktu aku nyambi mengajar di beberapa sekolah yang gajinya tak seberapa, karenanyalah kutambah dengan menjadi guru les privat, Bahasa Inggris, dan Dirosah Islamiyah (Islamologi) di rumah seorang pegawai Jasa Raharja. Memang porsi belajar materi kuliyah sedikit berkurang, karena tersandera belajar materi lesku. 3 hari dalam sepekan, aku selalu mendatangi rumah orang kaya itu tuk mengajari dua orang anaknya. Sejak aku melihat jendela itu terbuka beberapa malam yang lalu, persaanku ingin saja  melintas di jalan itu selalu.

          Di dokument keeper masih kusimpan surat-suratnya saat dia sekolah dulu. Dia seorang murid dan aku gurunya yang punya interval umur 8 tahun. Aku mulai mengajar masih awal kuliyah karenanya tak terlalu terpaut jauh usiaku dengannya. Di kelas tak kutunjukkan gelagat cinta padanya, begitu pun dia padaku. Di mata warga sekolah kami nyaris tak ada satu pun yang mengetahui jalinan asmara itu. Teringat saat kuabsen namanya, dia menjawab dengan sedikit senyuman, kadang matanya menakali perasaanku. 

          Sepi jalanan itu banyak menghilangkan nalar, sedang perasaan terlena oleh belaian angin malam. Entah apalah namanya, aku benar-benar ingin dijajah perasaan saja malam itu. Dan, brukk aku jatuh, ban motorku terkilir saat menjamah grevel di bibir aspalt. Trotel motor menjerit, gas motorku terbetot tanpa sengaja. Pelipis memar, sedang kaki kiri terasa ngilu gegara terimpit motor. 

          Sembari menahan ngilu, kusorotkan mata pada pintu rumahnya yang terkuak. Detak jantung kian kencang, semula karena kaget jatuh, kini ditambah lagi dengan bidadari yang pernah rebah di bahuku dulu. Langkah ragunya tampak jelas, mungkin karena suasana sudah kian malam. Walau kaki tertindih motor, sengaja aku biarkan demi mendapat perhatiannya. Benar saja, dia tergopoh-gopoh hendak mengangkat motorku. Karena lampu yang temaram dari kejauhan, pastilah dia tak melihat wajahku.  

 Duh gimana nih, yaa Allah, dia berusaha mengangkat motorku. 

“ Hezzz gumam sengaja kusamarkan suara agar dia tak mengenali suara asliku.

Setelah berhasil sedikit mengangkat motor, kugeser kaki sedang tangan menggamit tangannya agar aku dibangunkan. Hasrat hati ingin memeluknya karena rindu, tapi aku tahan agar tak merusak suasana.  Pertanyaannya sedikit panik tak tahu harus berbuat apa. Dengan kukode pakai jempol kalau aku tak apa-apa, harapanku dia melihat jariku saja, dan tak perlulah menampak wajahku.

 Gimana mas, tak kenapa-kenapa kan?

“ He em, makasih telah membantu, dengan suara kuberatkan.

Ketulusannya itu lho, yang masih seperti dulu. Dia tanpa curiga dan takut di keheningan malam itu, masih saja duduk di dekatku. Mungkin untuk memastikan keadaanku. Hadirnya sang ayah yang tanpa kusadari, hampir saja merusak suasana.

Suruh masuk aja ke ruang tamu, jangan di jalanan begini. Kamu jangan gegabah kalau ada peristiwa begini, panggil aku atau orang lain biar bisa mmbantu dan tak terjadi hal yang tak diinginkan, begitu kuliyah ayahnya pada Veve.

Ya, pap, sahutnya singkat.

          Menyadari situasi yang tak lagi memungkinkan, aku sediki panik dan otak tak berfungsi normal tuk mencari cara agar rinduku terentaskan tanpa diganggu sang ayah. Ganci di kontak motor, ya di gantungan kunci itu berupa akrilik sebesar kartu ATM yang ada QR Codenya. Dengan sedikit scanning pakai camera HP akan didapatinya tentang data jati diriku, nope, tetala, dan beberapa platform medsosku. Yap, tinggal mencari cara agar ganci itu bisa ke tangan Veve tanpa dicurigai sang ayah. 

“ Hayo segera ke rumah, dan disilakan saja mas itu, kata ayahnya sedikit mendesak.

Saat itu segera saja kutarik ganci dari ring kontak, dan terlepaslah. Kucolek lengan Veve agar menerima ganci berbarcode itu.

****

         Sampai di rumah mataku tak hendak lelap, bukan karena nyeri luka, tapi sentuhan tangannya masih terasa di sukmaku. Untunglah ada gaway yang bisa kuajak untuk menjelajah dunia maya. Andai gaway itu tak kusimpan di jok motor, pastilah ia terjatuh saat kecelakaan tadinya. Menikmati kelucuan stand up komedi telah melamurkan anganku tentang Veve, bakan tanpa kusadari beberapa pesan masuk terabaikan. 

           8 kali misscall yang terabaikan akhirnya kupedulikan juga dengan keluar dari kanal You Tube dan beralih ke platform Whats App. Nomer asing masuk malam-malam kuanggap orang iseng atau bahkan modus penipuan.  Please, angkat dong ini Veve, kata pesan di W A itu. Dan kuberanikan diri untuk vc padanya. Rambut kusutnya tanpak sesekali bergerai jatuh menjamah baju baby doll merah jambunya. Wih cantik alami cuy, begitu benakku.

 Mas, 6 hari lagi aku ada kegiatan P5 di Kampung Kopi, kami mau praktek berbagai teknik pengolahan kopi. Masnya kangen aku kan?, sejak aku dipindahkan ke SMK, kita sama sekali tak penah bertemu.beruntungya ada kecelakaan tadi itu

Trus?

 Ya kamu datang lah, kan banyak kunjungan turis dan wisatawan lokal yang berkunjung ke desa itu. Aku ingin kamu bimbing aku berbicara dengan turis”

 Trus apa upahnya?

 Masnya boleh cium keningku

“ Boleh tambah bonus gak?, godaku   

 Hemmm apa ya?, traktir bakso Kangen Roso?

ogah

 Gimana kalau cipika cipiki, tapi tak boleh yang lain, manjanya sembari menjurlan lidahnya ke kamera HPnya.

___________ 

Bondowoso, 29 1 2024

Notula: P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila)



           

Minggu, 14 Januari 2024

JANDA MERESAHKAN

 JANDA MERESAHKAN

Pak Tyqnue Azbynt

          Mungkin sudah jamannya, kehidupan warga +62 kini sibuk  dalam egoistik dan gaya hidup glamour. Flexing-flexing menjadi keniscayaan yang tak terhindarkan. Banyak baby Gen-Z hidup dengan gaya mewah walaupun cenderung dipaksakan. Mereka hidup diburu oleh gaya hidup, tak ketinggalan pula para wanita, baik remaja maupun para ibu-ibu muda. Citycar atau motor matic gede menjadi media gaya mereka. 



          Tidaklah mengherankan bila ada kegiatan agama justru lebih mementingkan tampilan dan gaya tinimbang nilai yang sebenarnya. Bagi kami para lelaki yang sudah berumur menjadi polusi budaya yang harus diatasi. Namun reduksinya sudah terlalu jauh, persaingan tak sehat seringkali memaksa para lelaki bekerja yang resikonya sudah melewati ambang wajar. Otak sudah dituntut untuk berpikir materialisik. Bagi yang tidak mampu meredam, terpaksa mengalami stress yang menyiksa. Healing, shopping, facial treatment, dan tetekbengik yang lainnya menjadi penyiksa lelaki pencari rupiah. 

          Mangkal di warung kopi, atau bercanda di pos ronda menjadi zona nyaman bagi para lelaki pejuang rupiah yang selalu disibukkan dengan kerja dan kerja. Munculnya Teras Kafe di sebuah beranda rumah yang didiami pendatang baru, menjadi hotspot baru bagi para lelaki termasuk aku. Rumah Joglo dengan penataan ala Jawa kuno di teras itu menjadi pengembali perasaan pada masa silam yang hidup tanpa banyak persaingan. Hal itu menjadi alasan bagi para lelaki tuk sekedar healing. Yang paling istimewa justru sang pemilik teras kafe itu adalah janda muda yang gemoy, smart dan ramah, namun kadang-kadang mengisengi para wanita yang sok kecantikan dan terlalu possesive terhadap suaminya yang telah mereka siksa kerja itu. 

           Ahad pagi warga desa kami sedang bergiat membersihkan lingkungan semacam kerja bakti yang justru digagas saat ngopi-ngopi di rumah sang janda. Entah ke mana muara dari kegiatan itu, kok tetiba saja warga menjadi guyub khususnya para lelaki, dan anehnya paling banyak warga bekerja justru di jalan depan rumah si gemoy. Bak Eva begitu para warga memanggilnya janda yang punya nama lengkap Eva Anastasia itu. Konon dia resign dari pekerjaanya sebagai CS di bank swasta, karena kewalahan mengelola waktunya, sementara itu anaknya masih usia kelas 1 SD yang perlu perhatian lebih pasca meniggalnya sang suami. Secara ekonomi dia sudah bisa dikata lumayan, dana pensiun suami plus pesangonnya pasca resignnya.  

                    Tampilan yang natural, tanpa make up, serta sapaan akrabnya menjadi penyintas hati para lelaki. Smart, cantik, luwes dalam bergaul menjadi pesona yang tak bisa dihindarkan. Wajarlah kalau banyak cewek dan ibu-ibu merasa terganggu atas kehadirannya. Sering mendapatkan sindiran baik seara langsung maupun di media sosial telah menjadikannya mengeluarkan trik nakalnya. Mulai dari quotes yang sering dia sindirkan di medsos maupun tampilan di tempat gerainya berjualan.  Teras Kafe Garangan Pemburu Kaih Sayang  merupakan jargon yang tertulis di beranda rumahnya tempat kami mangkal, ngopi dan rokokan, apalagi free WiFi, menjadikan tempat yang nyaman untuk berbetah-betah.

          Di medsos mulai ramai serangan bully quotes yang sangat memojokkannya. Hati-hati, jangan sampai suami kalian tersesat di kafe janda, adalah tagline yang menjadi tagar bagi mak-emak di komplek kami. Puncaknya saat acara pertemuan Dhasa Wisma di musala bu RT, Eva menjadi bulan-bulanan dalam cemooh sindiran yang begitu menohok. Pembawaan yang santai dan ditenang-tenangkan perasaannya begitu menghimpit dadanya. Pengalaman menjadi CS adalah modalnya mengendalikan emosi. 

          Perlahan dia mulai melakukan serangan balik yang mematikan. Postingan tentang cafenya dengan quotes, yang mulai menyiksa perasaan ibu-ibu di kompleks kami. Update statusnya selalu bikin panas para wanita pesaingnya. Selamat datang para garangan di kafe kami,  anda yang terjajah di rumah, merapatlah di kafe kami,  healing di kafe kami lebih dari sekedar ngopi bareng, dan sebagainya menjadi quotes yang memanggang hati para wanita di komplek itu.

           Rumah sang Janda diluruk warga yang dimotori Bu RT atas desakan warga, namun dia tetap bersikap tenang, dan menjawabnya dengan diplomatis. Tak ada bukti yang menguatkan, kecurigaan warga.Kedewasaan bersosial di kompleks kami justru berada di tangan sang Janda. Memang pada kenyataannya dia tak pernah menggoda sesiapa pun, walau banyak lelaki yang menyatroninya dengan tebar pesona dan kemapanan. Kalaulah ada candaan, itupun candaan umum yang bersifat normaif.

          Ngopi-ngopi dan rokokan menjadi kegiatan bareng para garangan di kafe itu. HP sementara dikesampingkan, kami justru ingin menikmati suasana tanpa piranti media sosial di tempat itu. Kami kembali ke era dulu. Guyub, dan nyaman menjadi alasan kami untuk hampir tiap malam melenakan rasa dan melepaskan diri dari siksa seharian kerja yang melelahkan. Di sisi lain banyak ibu-ibu dan cewek remaja yang merasa terabaikan oleh para lelakinya yang sedang menikmati zona nyamannya. Anehnya cowok-cowok remaja pada ikutan nimbrung, tapi di deretan kursi yang tak ditempati para dewasa. 

          Lagi-lagi pertemuan dasa wisma di musala Bu RT yang dihadiri Bu. Lurah menjadi ajang pembantaian perasaan, dan kali ini jusru lebih barbar. Bu Lurah yang lebih membela warga, telah menjadikan Bak Eva benar-benar terpojok dan mati kutu saat itu. Sabar dan tenangnya  menjadikan warga merasa kehabisan akal. 

          Selepas pembullyan warga, sang janda kian massive memprovokasi warga dengan tagline di medsosnya yang kian menusuk jauh hingga ke ulu hati musuhnya.  Terima kasih mas kumis tebal yang semalam membuatku nyaman, jangan lupa tuk mampir lagi garangan yang bermotor sport merah, aku tunggu lagi mas garangan muda yang berjaket coksu, dan sebagainya yang sengaja dideskripsikan pada sosok yang sering mangkal di kafe itu. Pinternya, dia ak menyebutkan sosoknya secara jelas, and tak ada alasan bagi ceweknya tuk melabraknya secara langsung. Aku ketawa aja melihat fenomena ini. pertengkaran di rumah tangga masing-masing tak dapat dihindarkan. Friksi di manamana mulai terjadi.

          Gimana perang Gaza di rumah kalian, aman gak? begitu selorohku.  aaah, cuekin aja, “gak urus , dan sebagainya jawaban mereka. Hanya di keluargaku yang aman karena bidadari titipan mertua begitu percayanya padaku. Dan, nasib sial ternyata menimpaku juga, gegara Pak RT, yang memotret songkok blangkonku, lalu memosting di Instagramnya dengan tulisan yang memprovokasi warga lainnya.  Blangkonmu, ketinggalan di kamarnya Jeng Eva Bro, sila ambil di rumahku, aku dah bawanya semalam. Cucian piring dalam keranjang di padasan belakang langsung saja dilemparkan istriku gegara ramainya rumpian ibu-ibu saat belanja sayur di abang sayur di jalanan komplek kami. Duh, akhirnya aku kena pula. Janda meresahkan, begitu benakku tapi lucu dan mngasyikkan, he he.

______ 

Bondowoso, 14 Januari 2024

          

Selasa, 09 Januari 2024

LOVE and RAIN

 LOVE and RAIN

Pak Tyqnue Azbynt


Menapaki jalan utama menuju kecamatan Curahdami badan terasa begitu lelahnya. Bak digigit anjing otot betis terasa berat kali melangkah. Gegara langkah yang kami percepat demi menghindari hujan yang sepertinya tak tahan tuk segera turun. Awan berat menggantung di cakrawala. And, saat mempercepat langkah badan terasa remuk saja.


Benar saja, hujan tiba dengan barbarnya. Datang tanpa permisi melalui gerimis, semuanya begitu saja. Dengan tergopoh-gopoh kami merapat ke Waroeng Djoglo di sisi kiri jalan. Di beranda depan tampak seorang wanita bule sedang menyedot rokoknya dalam-dalam yang sesekali dicumbui dengan sesapan kopi Raung Arabika di bibir cangkir terakota warna tembikar. Kami berempat hanya bisa meredam rasa ingin hangat kopi dan asap tembakau itu. Maklumlah kami baru pulang muncak dari Gunung Piramid, bekal kami habis di perjalanan. Maklumlah backpacker memang selalu begitu. 3 temanku hanya bercanda ala Bhasa Madura karena tak sedikit pun mereka bisa bahasa Inggris, akulah satu-satunya yang sedikit bisa. Ya penguasaan bahasa asing di program sekolah dulu menjadi sedikit modal tuk bersuakata dengannya. 



" Good afternoon,

How do you do.  excuse  me, may  introduce my self?"

"How do you do, oh Yach ofcourse"

Selepas itu kami menjadi sedikit akrab, dan saling bercerita tentang jati diri kami, begitu juga dengan rekan-rekan yang turut kuperkenalkan padanya. Barbara cewek Ausy ini begitu terasa telah kenal lama denganku. Keakraban dan candaan yang lepas menjadi penghangat suasana kala itu. Setelah kukata kami ingin kudapan, rokok, dan kopi, tapi karena kehabisan modal yaa terpaksa menelan ludah saja. Dia hanya senyum dan berlanjut mentraktir kami. " Exactly, poor Boys", candanya sembari melemparkan sebungkus rokok ke ribaanku. Tak hanya itu, si Anto teman di sebelahku, malah ngomong ngaco dengan bahasa serampangan. "This is love you love you", katanya ngasal sembari menunjuk ke aku dan padanya. "Oh, are you sure?", Kata Barbara sembari meraih tanganku. Ya tentu saja aku kaget dan gelagapan tak bisa memilih kekata yang tepat. Aku ya memang senang dengan cewek pirang, tapi tak senekat itu. Belum aku jawab si dia malah menarikku ke cucuran atap sambil berucap. " Love and Rain make us unity in diversity". 

" Are you sure?" Tanyaku

" Yach ofcourse" jawabnya. 

___

Bondowoso, 9 Januari 2024

Minggu, 07 Januari 2024

KIDUNG WANITA DI SISI KALI

 


KIDUNG WANITA DI SISI KALI

Pak Tyqnue Azbynt

           Aah sial banget sih , gerutu Si Qushoi kala didapatkan kamera dan ranselnya teringgal di Pos 1, saat rehat beberapa jam yang lalu. Mau lanjut perjalanan yang menanjak itu rasanya taklah mungkin sebelum kembali ke pos semula . Kamera pinjaman dari rental harus segera didapatkan kembali, kalau tidak segera, bisa saja pindah ke tangan orang lain. Dan itu artinya harus segera ganti. 

          Demi membantu kawanku yang satu itu, kurelakan kembali ke area rehat tadi, sementara 7orang lainnya lanjut ke pos 2 dan berjanji akan ditunggu di sana sebelum akhirnya berangkat bareng lagi menuju Puncak Piramida Gunung Argopuro. Dengan sedikit nekat kuajak Qushoi memilih jalan pintas walaupun terjal dan penuh semak berduri. Benar saja gangguan di perjalanan mulai terjadi, melintasi semak Jelatang menjadikan wajah dan tangan kami memerah gatal-gatal. Gegera itulah konsentrasiku mulai kurang fokus ke jalannya, mataku lebih menelisik tumbuhan Sirih China atau Sirih Tanah yang konon bisa menawarkan sengatan daun Jelatang itu.

          Ya Allah  ya Rabb, ternyata kami tersasar dan justru semakin jauh ke arah nan dituju. Hal itu dapat kuketahui dari pucuk pohon Ara yang melambai dari kejauhan padahal pohon itu berada di belakang pos 1 yang kami tuju. Gegara gatal yang menderaku hingga aku tak fokus, sementara temanku hanya mengekor sambil menggerutu menyesali situasinya. Karena situasi itulah kami memutuskan untuk pulang saja selepas kamera itu di tangan. Sembari mencari signal  celular kami mengarah ke area yang lebih tinggi tuk menyampaikan pesan pada teman-teman yang bergerak menuju puncak. Yes, pesan tersampaikan dan centang biru sudah itu artinya kami positif pecah kongsi dari kesepakatan semula.

          Masih ada sisa air mineral yang bisa mengentas dahaga walaupun harus berbagi dengan temanku. Sembari mengipas-ngipaskan peci demi menerpakan angin ke wajah, kulepaskan pandanganku ke segala penjuru. Nun jauh tanpak kabut sudah mulai turun padahal hari belumlah sore. Kecemasan mulai menghantui benak kami. Kamera belum didapat, arah tujuan tersasar, sedang kabut mulai merambah. Pertimbangannya, kembali mencari jalan pos 1, atau pulang mengikuti alur ngarai yang sudah bisa dipastikan mengarah ke pedesaan di kaki gunung Argopuro itu. 

        Sayup dari kejauhan kudengar kidung wanita di tengah hutan. Merdu ya merdu kali. Hati terpana tapi perasaan sedikit merinding, manusia, peri, atau jin yang sedang bersenandung? Dengan modal nekat akhirnya kami menelisik sumber suara itu. Ini adalah kali yang kesekian kami mengubah rencana. Memang suara merdu itu menjerat perasaan kami apalagi yang disenandungkan adalah tembang Wahyu Kolo Sebo, dipastikan  adalah suara manusia karena kidung itu digurat oleh manusia. Kami hentikan langkah demi tak ada suara langkah kaki, lalu terdengarlah suara gemericik air yang dipadu desau angin ditambah kidung nan merdu. Gemericik air yang ritmis, desau angin memelodikan siul ditambah kidung merdu. Damai terasa. 

          Kuradarkan telingaku, suara itu sayup dari arah depan, kadang belakang, kadang sisi kami karena angin ngarai yang mengacaukannya. Akhirnya kupastikan arahnya dari sisi kanan dan ke bawah. Kulintasi semak belukar, cilakanya mnjadi bencana yang di luar perkiraan kami. Temanku terjun berguling-guling bebas dan aku mengikutinya dengan menerabas semak yang penuh onak. Dilalah ternyata justru tercebur di embung kecil dengan pancuran bambu di depannya. 

          Perasaanku pecah atensi, karena Qushoi ternyata jatuh pas di depan seorang gadis. Dia meringis kesakitan dengan luka-luka di sekujur tubuhnya, sedangkan sang gadis tergeletak di dekat batu cucian tak sadarkan diri. Rupanya dia kaget hinggak tak sadarkan diri gegara temanku bergulung-gulung menjerit hingga jatuh di dekatnya. Mungkin dikira mahluk planet jatuh dari langit ke-delapan, he he. Menolong sahabatku kukesampingkan dulu, coz dia kurang menarik, ha ha.

           cuih..., kampret lu, aku lagi kesakitan malah mentingin cewek tak dikenal, gerutu Qushoi meringis kesakitan. 

Kubuka jaket parasut lalu kututupkan pada bagian tubuhnya yang terbuka. Kuselonjorkan di atas matlas yang kuambil dari ransel si Qushoi. Temanku malah ngedumel karena kuacuhkan. Tak ada reaksi saat kubalurkan minyak angin di atas bibirnya, tapi napasnya masih stabil. Lagi-lagi temanku menyumpahiku.  dasar bajingan tengil kau, lebih respek cewek itu, bok yao bantuin aku dikit. Aku cuek saja saat dia meneteskan obat merah di beberapa bagian tubuhnya yang lecet. Lagian kan asyik mijitin lengan si cewek agar tersadarkan. Antara khawatir dan nafsu bertengkar di otakku.

 Yaaa Allah..., teriaknya dan kembali tak sadarkan diri. Apa aku ini serupa hantu ya kok bisa menjadikannya ketakutan.  Aku benar-benar cemas kali ini, karenanya aku posisikan dia dengan baik. Kualihkan perhatian dan membantu temanku membebatkan perban di lengannya. Untungnya kami sudah terbiasa membawa P3K setiap muncak.

            Makanya pedulikan aku dulu, baru peduli orang lain. Ayo ak ajarin tuk ngatasi orang tak sadarkan diri, ceramahnya. Dia menelentangkan si cewek dan menyingkirkan bantal lipatan sal yang kutempakan sebelumnya.  gak perlu bantal posisikan dia senyaman mungkin dan lihat mungkin ada bagian tubuhnya yang memar, atau terbebat pakaiannya. Wa Subanallah, sejenak kemudian dia seperti tersedak, dan membuka matanya keheranan.

          Aminah, ya Aminah namanya saat kenalkan diri. Anat Pak RT 17 di pedukuhan Tegal Tengah merupakan RT terpinggir dari kelurahan Curahdami yang berada di kaki Gunung Argopuro. Karena kakinya bengkak dan tak bisa digerakkan terpaksalah aku menggendongnya. Rupanya terbentur batu rejeng saat dia kaget gegara temenku yang jatuh itu. Semula kusuruh temanku menggendongnya, padaal aku tahu dia takkan mungkin karena tubuhnya sendiri memar di mana-mana. Ye, asyik, pikirku, dapat bidadari dari kaki gunung. 

          Jalan yang sedikit menanjak rupanya tak membuatku kecapaian, mungkin karena yang digendong adalah seorang gadis, he he, otak nakalku deplomasi. Sesampai di rumah gubuknya kudapati Pak RT, sedikit marah tanpa kenapa kenapa. Setelah Aminah menjelaskan barulah suasana menjadi tenang.

 Maaf adik-adik, saya sedikit emosi karena di sini tabu orang yang bukan muhrimnya saling bersentuhan, apalagi orang tak dikenal, kalau sudah berani bersentuhan biasanya harus dipinang dan segera dinikahkan, jelasnya.

“Trus gimana ini Pak RT? sambung Qushoi

 Biasanya begitu itu atau si perempuan harus di asingkan ke rumah sanak keluarganya yang jauh, hingga dia menikah, dan barulah boleh kembali, paparnya.

 Duh gimana ini pak?, tanyaku pura-pura.

 Yaa gimana lagi, aku sebagai bapaknya warga sini harus memberi contoh bagi warga”

 Maaf, sekali lagi kami mohon maaf pak, jika bapak tak berkeberatan, aku akan meminang anak bapak”, jawabku sembari menggamit tangan gadis itu. Tampaknya Pak RT sedikit meenahan amarahnya saat melihat nakalku tanpa sengaja itu.

 Yaa adatnya gak begitu, orang tua adik harus datang, dan juga harus ada persetujuan putriku.  Gimana nduk?, tanyanya sembari melihat Aminah.

 kalau saya terserah bapak saja, jawabnya sambil memepermainkan ujung kebayanya.

 Gimana Nak?, sekarang saya harus panggil anak pada...?

 Anggito pak, nama saya, Anggito Azbynt.

Negosiasi itu berlangsung dramatis, Aminah yang cantik benar-benar bak bidadari yang jatuh di hadapanku. Pendakianku justru menuju puncak asmara. Seorang gadis di kaki gunung yang kesehariannya bermain dengan alam dan sewaktu-waktu saja iku memetik kopi di lereng Argopuro itu. Gadis yang alami, tanpa sentuhan gaya-gaya yang norak.

Cuih kampret kau Gito, dasar garangan tengik, sambat Qushoi yang sebenarnya juga naksir, seperti ceritanya saat di perjalanan dari embung tadi.

_________ 

Bondowoso, 7 Januari 2024



PERJALANAN DI HUTAN PINUS

 PERJALANAN DI HUTAN PINUS  Pak Tyqnue Azbynt  Erkantina wanita yang kuidamkan sejak aku  SMA itu kini benar-benar bersamaku. Momen saat dia...