JALAN PULANG
Pak Tyqnue Azbynt
Tampak buram kaca helm oleh sapaan sisa gerimis malam yang menyerta perjalananku pulang. Setelah dua jam terlewati, duduk bersemuka dengan murid les privat, kantuk pun mulai merayap, dan saatnya pulang menuju ruang rehat di rumahku. Sesekali angin dingin mendera membawa sisa rinai gerimis yang menakali tubuh lelahku. Tak banyak yang kuhayal diperjalanan, selain perasaan damai di jalan itu. Entahlah apa maknanya, aku hanya merasa damai di jalan itu. Mungkin karena di salah satu sisi jalannya ada rumah Veve yang dulu pernah membersamaiku saat di bangku sekolah.
Sengaja kupelankan laju motor demi menuruti persaan damai, walau malam kian beranjak larut. Aku pulang dari memberi materi les sekitar pukul 11 malam. Jika tak ada hujan, jalan di kota kecil kami sesekali masih ada motor, atau mobil yang melintas, dan kadang melintas juga penjual jajanan yang pulang membawa gerobaknya. Saat tepat melintas di dekat rumahnya, jendela itu masih terbuka dan tampaklah dia masih memesrai buku di depannya. Oh dia sedang belajar begitu benakku, jendela itu terbuka padahal malam sudah kian dalam. Adakah seseorang yang sedang dituggunya?, atau dia sengaja memberi sinyal padaku agar aku mendekatinya? Aah tak mungkin, dia kan sudah bukan apa-apaku lagi, sejak ibundanya tak menerimaku sebagai sahabatnya. Mau kukode dengan bunyi klason?, ah ini kan sudah lumayan malam, begitu dialog di otak ini.
Untuk menggenapi biaya kuliyah, paruh waktu aku nyambi mengajar di beberapa sekolah yang gajinya tak seberapa, karenanyalah kutambah dengan menjadi guru les privat, Bahasa Inggris, dan Dirosah Islamiyah (Islamologi) di rumah seorang pegawai Jasa Raharja. Memang porsi belajar materi kuliyah sedikit berkurang, karena tersandera belajar materi lesku. 3 hari dalam sepekan, aku selalu mendatangi rumah orang kaya itu tuk mengajari dua orang anaknya. Sejak aku melihat jendela itu terbuka beberapa malam yang lalu, persaanku ingin saja melintas di jalan itu selalu.
Di dokument keeper masih kusimpan surat-suratnya saat dia sekolah dulu. Dia seorang murid dan aku gurunya yang punya interval umur 8 tahun. Aku mulai mengajar masih awal kuliyah karenanya tak terlalu terpaut jauh usiaku dengannya. Di kelas tak kutunjukkan gelagat cinta padanya, begitu pun dia padaku. Di mata warga sekolah kami nyaris tak ada satu pun yang mengetahui jalinan asmara itu. Teringat saat kuabsen namanya, dia menjawab dengan sedikit senyuman, kadang matanya menakali perasaanku.
Sepi jalanan itu banyak menghilangkan nalar, sedang perasaan terlena oleh belaian angin malam. Entah apalah namanya, aku benar-benar ingin dijajah perasaan saja malam itu. Dan, brukk aku jatuh, ban motorku terkilir saat menjamah grevel di bibir aspalt. Trotel motor menjerit, gas motorku terbetot tanpa sengaja. Pelipis memar, sedang kaki kiri terasa ngilu gegara terimpit motor.
Sembari menahan ngilu, kusorotkan mata pada pintu rumahnya yang terkuak. Detak jantung kian kencang, semula karena kaget jatuh, kini ditambah lagi dengan bidadari yang pernah rebah di bahuku dulu. Langkah ragunya tampak jelas, mungkin karena suasana sudah kian malam. Walau kaki tertindih motor, sengaja aku biarkan demi mendapat perhatiannya. Benar saja, dia tergopoh-gopoh hendak mengangkat motorku. Karena lampu yang temaram dari kejauhan, pastilah dia tak melihat wajahku.
Duh gimana nih, yaa Allah, dia berusaha mengangkat motorku.
“ Hezzz gumam sengaja kusamarkan suara agar dia tak mengenali suara asliku.
Setelah berhasil sedikit mengangkat motor, kugeser kaki sedang tangan menggamit tangannya agar aku dibangunkan. Hasrat hati ingin memeluknya karena rindu, tapi aku tahan agar tak merusak suasana. Pertanyaannya sedikit panik tak tahu harus berbuat apa. Dengan kukode pakai jempol kalau aku tak apa-apa, harapanku dia melihat jariku saja, dan tak perlulah menampak wajahku.
Gimana mas, tak kenapa-kenapa kan?
“ He em, makasih telah membantu, dengan suara kuberatkan.
Ketulusannya itu lho, yang masih seperti dulu. Dia tanpa curiga dan takut di keheningan malam itu, masih saja duduk di dekatku. Mungkin untuk memastikan keadaanku. Hadirnya sang ayah yang tanpa kusadari, hampir saja merusak suasana.
Suruh masuk aja ke ruang tamu, jangan di jalanan begini. Kamu jangan gegabah kalau ada peristiwa begini, panggil aku atau orang lain biar bisa mmbantu dan tak terjadi hal yang tak diinginkan, begitu kuliyah ayahnya pada Veve.
Ya, pap, sahutnya singkat.
Menyadari situasi yang tak lagi memungkinkan, aku sediki panik dan otak tak berfungsi normal tuk mencari cara agar rinduku terentaskan tanpa diganggu sang ayah. Ganci di kontak motor, ya di gantungan kunci itu berupa akrilik sebesar kartu ATM yang ada QR Codenya. Dengan sedikit scanning pakai camera HP akan didapatinya tentang data jati diriku, nope, tetala, dan beberapa platform medsosku. Yap, tinggal mencari cara agar ganci itu bisa ke tangan Veve tanpa dicurigai sang ayah.
“ Hayo segera ke rumah, dan disilakan saja mas itu, kata ayahnya sedikit mendesak.
Saat itu segera saja kutarik ganci dari ring kontak, dan terlepaslah. Kucolek lengan Veve agar menerima ganci berbarcode itu.
****
Sampai di rumah mataku tak hendak lelap, bukan karena nyeri luka, tapi sentuhan tangannya masih terasa di sukmaku. Untunglah ada gaway yang bisa kuajak untuk menjelajah dunia maya. Andai gaway itu tak kusimpan di jok motor, pastilah ia terjatuh saat kecelakaan tadinya. Menikmati kelucuan stand up komedi telah melamurkan anganku tentang Veve, bakan tanpa kusadari beberapa pesan masuk terabaikan.
8 kali misscall yang terabaikan akhirnya kupedulikan juga dengan keluar dari kanal You Tube dan beralih ke platform Whats App. Nomer asing masuk malam-malam kuanggap orang iseng atau bahkan modus penipuan. Please, angkat dong ini Veve, kata pesan di W A itu. Dan kuberanikan diri untuk vc padanya. Rambut kusutnya tanpak sesekali bergerai jatuh menjamah baju baby doll merah jambunya. Wih cantik alami cuy, begitu benakku.
Mas, 6 hari lagi aku ada kegiatan P5 di Kampung Kopi, kami mau praktek berbagai teknik pengolahan kopi. Masnya kangen aku kan?, sejak aku dipindahkan ke SMK, kita sama sekali tak penah bertemu.beruntungya ada kecelakaan tadi itu
Trus?
Ya kamu datang lah, kan banyak kunjungan turis dan wisatawan lokal yang berkunjung ke desa itu. Aku ingin kamu bimbing aku berbicara dengan turis”
Trus apa upahnya?
Masnya boleh cium keningku
“ Boleh tambah bonus gak?, godaku
Hemmm apa ya?, traktir bakso Kangen Roso?
ogah
Gimana kalau cipika cipiki, tapi tak boleh yang lain, manjanya sembari menjurlan lidahnya ke kamera HPnya.
___________
Bondowoso, 29 1 2024
Notula: P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila)