KIDUNG WANITA DI SISI KALI
Pak Tyqnue Azbynt
Aah sial banget sih , gerutu Si Qushoi kala didapatkan kamera dan ranselnya teringgal di Pos 1, saat rehat beberapa jam yang lalu. Mau lanjut perjalanan yang menanjak itu rasanya taklah mungkin sebelum kembali ke pos semula . Kamera pinjaman dari rental harus segera didapatkan kembali, kalau tidak segera, bisa saja pindah ke tangan orang lain. Dan itu artinya harus segera ganti.
Demi membantu kawanku yang satu itu, kurelakan kembali ke area rehat tadi, sementara 7orang lainnya lanjut ke pos 2 dan berjanji akan ditunggu di sana sebelum akhirnya berangkat bareng lagi menuju Puncak Piramida Gunung Argopuro. Dengan sedikit nekat kuajak Qushoi memilih jalan pintas walaupun terjal dan penuh semak berduri. Benar saja gangguan di perjalanan mulai terjadi, melintasi semak Jelatang menjadikan wajah dan tangan kami memerah gatal-gatal. Gegera itulah konsentrasiku mulai kurang fokus ke jalannya, mataku lebih menelisik tumbuhan Sirih China atau Sirih Tanah yang konon bisa menawarkan sengatan daun Jelatang itu.
Ya Allah ya Rabb, ternyata kami tersasar dan justru semakin jauh ke arah nan dituju. Hal itu dapat kuketahui dari pucuk pohon Ara yang melambai dari kejauhan padahal pohon itu berada di belakang pos 1 yang kami tuju. Gegara gatal yang menderaku hingga aku tak fokus, sementara temanku hanya mengekor sambil menggerutu menyesali situasinya. Karena situasi itulah kami memutuskan untuk pulang saja selepas kamera itu di tangan. Sembari mencari signal celular kami mengarah ke area yang lebih tinggi tuk menyampaikan pesan pada teman-teman yang bergerak menuju puncak. Yes, pesan tersampaikan dan centang biru sudah itu artinya kami positif pecah kongsi dari kesepakatan semula.
Masih ada sisa air mineral yang bisa mengentas dahaga walaupun harus berbagi dengan temanku. Sembari mengipas-ngipaskan peci demi menerpakan angin ke wajah, kulepaskan pandanganku ke segala penjuru. Nun jauh tanpak kabut sudah mulai turun padahal hari belumlah sore. Kecemasan mulai menghantui benak kami. Kamera belum didapat, arah tujuan tersasar, sedang kabut mulai merambah. Pertimbangannya, kembali mencari jalan pos 1, atau pulang mengikuti alur ngarai yang sudah bisa dipastikan mengarah ke pedesaan di kaki gunung Argopuro itu.
Sayup dari kejauhan kudengar kidung wanita di tengah hutan. Merdu ya merdu kali. Hati terpana tapi perasaan sedikit merinding, manusia, peri, atau jin yang sedang bersenandung? Dengan modal nekat akhirnya kami menelisik sumber suara itu. Ini adalah kali yang kesekian kami mengubah rencana. Memang suara merdu itu menjerat perasaan kami apalagi yang disenandungkan adalah tembang Wahyu Kolo Sebo, dipastikan adalah suara manusia karena kidung itu digurat oleh manusia. Kami hentikan langkah demi tak ada suara langkah kaki, lalu terdengarlah suara gemericik air yang dipadu desau angin ditambah kidung nan merdu. Gemericik air yang ritmis, desau angin memelodikan siul ditambah kidung merdu. Damai terasa.
Kuradarkan telingaku, suara itu sayup dari arah depan, kadang belakang, kadang sisi kami karena angin ngarai yang mengacaukannya. Akhirnya kupastikan arahnya dari sisi kanan dan ke bawah. Kulintasi semak belukar, cilakanya mnjadi bencana yang di luar perkiraan kami. Temanku terjun berguling-guling bebas dan aku mengikutinya dengan menerabas semak yang penuh onak. Dilalah ternyata justru tercebur di embung kecil dengan pancuran bambu di depannya.
Perasaanku pecah atensi, karena Qushoi ternyata jatuh pas di depan seorang gadis. Dia meringis kesakitan dengan luka-luka di sekujur tubuhnya, sedangkan sang gadis tergeletak di dekat batu cucian tak sadarkan diri. Rupanya dia kaget hinggak tak sadarkan diri gegara temanku bergulung-gulung menjerit hingga jatuh di dekatnya. Mungkin dikira mahluk planet jatuh dari langit ke-delapan, he he. Menolong sahabatku kukesampingkan dulu, coz dia kurang menarik, ha ha.
cuih..., kampret lu, aku lagi kesakitan malah mentingin cewek tak dikenal, gerutu Qushoi meringis kesakitan.
Kubuka jaket parasut lalu kututupkan pada bagian tubuhnya yang terbuka. Kuselonjorkan di atas matlas yang kuambil dari ransel si Qushoi. Temanku malah ngedumel karena kuacuhkan. Tak ada reaksi saat kubalurkan minyak angin di atas bibirnya, tapi napasnya masih stabil. Lagi-lagi temanku menyumpahiku. dasar bajingan tengil kau, lebih respek cewek itu, bok yao bantuin aku dikit. Aku cuek saja saat dia meneteskan obat merah di beberapa bagian tubuhnya yang lecet. Lagian kan asyik mijitin lengan si cewek agar tersadarkan. Antara khawatir dan nafsu bertengkar di otakku.
Yaaa Allah..., teriaknya dan kembali tak sadarkan diri. Apa aku ini serupa hantu ya kok bisa menjadikannya ketakutan. Aku benar-benar cemas kali ini, karenanya aku posisikan dia dengan baik. Kualihkan perhatian dan membantu temanku membebatkan perban di lengannya. Untungnya kami sudah terbiasa membawa P3K setiap muncak.
Makanya pedulikan aku dulu, baru peduli orang lain. Ayo ak ajarin tuk ngatasi orang tak sadarkan diri, ceramahnya. Dia menelentangkan si cewek dan menyingkirkan bantal lipatan sal yang kutempakan sebelumnya. gak perlu bantal posisikan dia senyaman mungkin dan lihat mungkin ada bagian tubuhnya yang memar, atau terbebat pakaiannya. Wa Subanallah, sejenak kemudian dia seperti tersedak, dan membuka matanya keheranan.
Aminah, ya Aminah namanya saat kenalkan diri. Anat Pak RT 17 di pedukuhan Tegal Tengah merupakan RT terpinggir dari kelurahan Curahdami yang berada di kaki Gunung Argopuro. Karena kakinya bengkak dan tak bisa digerakkan terpaksalah aku menggendongnya. Rupanya terbentur batu rejeng saat dia kaget gegara temenku yang jatuh itu. Semula kusuruh temanku menggendongnya, padaal aku tahu dia takkan mungkin karena tubuhnya sendiri memar di mana-mana. Ye, asyik, pikirku, dapat bidadari dari kaki gunung.
Jalan yang sedikit menanjak rupanya tak membuatku kecapaian, mungkin karena yang digendong adalah seorang gadis, he he, otak nakalku deplomasi. Sesampai di rumah gubuknya kudapati Pak RT, sedikit marah tanpa kenapa kenapa. Setelah Aminah menjelaskan barulah suasana menjadi tenang.
Maaf adik-adik, saya sedikit emosi karena di sini tabu orang yang bukan muhrimnya saling bersentuhan, apalagi orang tak dikenal, kalau sudah berani bersentuhan biasanya harus dipinang dan segera dinikahkan, jelasnya.
“Trus gimana ini Pak RT? sambung Qushoi
Biasanya begitu itu atau si perempuan harus di asingkan ke rumah sanak keluarganya yang jauh, hingga dia menikah, dan barulah boleh kembali, paparnya.
Duh gimana ini pak?, tanyaku pura-pura.
Yaa gimana lagi, aku sebagai bapaknya warga sini harus memberi contoh bagi warga”
Maaf, sekali lagi kami mohon maaf pak, jika bapak tak berkeberatan, aku akan meminang anak bapak”, jawabku sembari menggamit tangan gadis itu. Tampaknya Pak RT sedikit meenahan amarahnya saat melihat nakalku tanpa sengaja itu.
Yaa adatnya gak begitu, orang tua adik harus datang, dan juga harus ada persetujuan putriku. Gimana nduk?, tanyanya sembari melihat Aminah.
kalau saya terserah bapak saja, jawabnya sambil memepermainkan ujung kebayanya.
Gimana Nak?, sekarang saya harus panggil anak pada...?
Anggito pak, nama saya, Anggito Azbynt.
Negosiasi itu berlangsung dramatis, Aminah yang cantik benar-benar bak bidadari yang jatuh di hadapanku. Pendakianku justru menuju puncak asmara. Seorang gadis di kaki gunung yang kesehariannya bermain dengan alam dan sewaktu-waktu saja iku memetik kopi di lereng Argopuro itu. Gadis yang alami, tanpa sentuhan gaya-gaya yang norak.
Cuih kampret kau Gito, dasar garangan tengik, sambat Qushoi yang sebenarnya juga naksir, seperti ceritanya saat di perjalanan dari embung tadi.
_________
Bondowoso, 7 Januari 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar