J I J E
Pak Tyqnue Azbynt
Brugg!!, Tubuhnya langsung saja dirobohkan ke amben tua beranda samping depan gandok rumah kami. Gadis itu tampak ogah-ogahan membuka sepatu begitu pun dengan carierbag yang masih menempel di punggungnya. Ini siapa? Pikirku.
"Huzzz, jangan ganggu dia. Itu non Jije putri juragan Mbok e di Medan. Beliau sengaja terbang ke pulau Jawa ini karena diperintah juragan. Mereka suruh tinggal di desa sama Mbok e, karena ada masalah dengan pacarnya", jelas mbokku. Tapi kenapa harus ke desa terpencil ya?, Lagian jauh melintas pulau pula. Wes, aku ora peduli, gak urus. Si Mbok memang lagi pulkam karena ada prosesi pernikahan anak Bu likku, bulan kemaren.
Ini rumah kami, tapi kenapa anak juragan itu manjanya minta ampun. Perintah sana perintah ini, yang inilah yang itulah. Mules rasa perutku lihat gadis manja gitu. Untung saja wajahnya gemoy, kalau tidak pasti kusampluk sandal. Hadegh, manjanya itu lho, masa sampai kayak anak kecil minta permen. Anehnya mbokku sabar and seperti ada kedekatan emosional yang mendalam dengannya. Mungkin karena sejak masih merah dia sudah diasuh ibuku. Kata si mbok dia sedang mengalami tekanan bathin kayak mau gila. Wajar kalau juragannya yang sibuk ngurusi tambangnya itu harus mengirimkan Jije ke Jawa demi menemui pengasuhnya yang lagi pulkam.
Dari keluhannya ke ortuku barulah aku tahu kalau dia putus dengan pacarnya yang anak DPR. Konon pacarnya kepincut anak mahasiswi yang lagi penelitian di kebun sawit sana. Dilalah dia lebih cantik dan lebih smart katanya. Wajar kalau Jije ditinggal, lagian manja banget sih. Gegara gadis itu aku harus tidur di Musala depan, baju dan keperluanku harus di sana. Masa sih mondok di rumah sendiri. Wal hasil ruwet and ruwet kayak benang yang silang sengkarut.
Seperti biasa saat-saat tertentu aku harus ke sawah tuk menyiangi rumput, ngalirkan air, atau memebenahi pematang yang longsor. Hal itu lebih Kusuka tinimbang lihat tuan putri manja itu. Di sawah bisa rehat di dangau, sembari bermain dengan alam. Di dangau itu sukmaku sudah diambang sadar, antara hendak lelap dan tersadar. Nun di kejauhan kudengar suara gadis menjerit. Rumanya si Jije ketakutan saat lihat biawak. Huh ganggu saja, lagi-lagi dia.
"Mbok kok kesini? saya kan sudah bawa bekal tadi", sergahku agak kesal gegara beliau bawa si manja.
" Oh ini lho aku mau ambil buah kecipir tuk sayur, tadi lupa tidak beli di pasar, di sini kan ada toh?"
" Tapi kok bawa dia?"
" Owh dia takut kalau di rumah sendirian dan katanya mau lihat suasana alam desa di Jawa".
Sudah gede masih saja menggelayut pada mbokku selepas kepergok biawak tadi. Runyamnya lagi dia malah duduk di balai-balai dekatku. Hem..ternyata kalau lihat dari dekat, dia begitu bening cuy.
Semula marahku sudah kutahan hingga di ubun-ubun, tapi saat lihat rambutnya yang tergerai, pipinya yang merona karena dijajah matahari, wih istimiwir cuy. Tapi sayang manjanya tuh, kelewatan. Tatapan padaku seperti hampa and tanpa ekspresi apapun.
" Hey manusia perempuan yang cantiiiik, kagak usah manja, ntar hilang manisnya".
" Tolong yaa, aku punya nama kok dipanggil manusia".
" Dari pada dipanggil kaleng bekas !".
" Huh yaa Allah, bik, neh anakmu nakaaal".
Melihat responnya itu, benakku berkata agar koneksitasnya bisa disambungkan.
" Trus namamu siapa?"
" Jije, paggilanku. Di ID saya Azizah Nasution ", jawabnya ketus.
Karenanya aku tak berani tuk.melanjutkannya lagi.
Si mbok masih saja memetik kecipir di pojok pematang. Batangnya yang menyengkilit pada ajir bambu memudahkan mbok memetiknya. Aku dan Jije diam tanpa kata. Namun tetiba dia bergumam menyenandungkan lagu " Boulevard", ( Dan Byrd ) ada sesuatu yang kian menyelusup ke dalam dadaku. Suara renyahnya kubalas dengan duet tanpa diminta. Mungkin karena suara Baritonku pas dengan Mezzo Sopran nya, terdengar begitu padu.
" Eh you bisa juga ?", Celetuknya.
" Yah walaupun kau orang desa aku pernah nge-band, dan pernah release beberapa single. Aku tergabung di Viper Band di kota ini".
Perbincangan sudah mulai terasa nyambung.
Ternyata badmoodnya muncul kembali, and dia kembali senyap selain semilir angin yang mencumbu dedaun di sekitarku. Nyali kembali ciut, takut dia mengalami depresi, bisa tambah runyam. Saat si mbok mengajaknya pulang aku hanya menitip pandang dari kejauhan. Langkah kaki yang ogah-ogahan tangannya disambit mbok agar dia tak terjatuh dari pematang. Aneh justru di dadaku bergetar dan sukmaku terjerat padanya. Walau aku sadar anak babu tak mungkin menyanding permaisuri. Dan mimpi kukubur saja di langit ke 3 sana. Sebelum aku tambah pulas dalam tidur tapi mata terbelalak, kukembalikan sukmaku yang sudah terlalu jauh melanglang ke awang-awang.
Hampir 2 pekan dia mukim singgah di rumah kami. Walau aku harus mengalah dan tidur di musala tapi aku bisa memakluminya bahkan menyenanginya. Tiap hari bisa mencuri pandang pada gerai rambutnya, lentik bulu mata, elok senyumnya. Pokoknya dia adalah bidadari yang lagi terdampar di bumi, begitu pikirku. Kebetahannya tinggal di desa kami telah membuatnya lepas dari luluh lantak hatinya. Dia benar-benar menikmati healingnya.
*****
WAH AKU KULIYAH
Saat SMA aku taklah dikatakan bodoh, selalu rangkin 1 atau 2 menjadi habitualku. Karenanya saat ikut seleksi masuk PTN aku lolos juga.
Jije memilih kuliyah di Univ Negeri Malang itu berarti dekat dengan tempat kostku. Di bilangan Jl. Ambarawa area kost bagi banyak mahasiswa. Dia pun kost di dekat dengan kostku, Maklumlah aku disuruh menjadi mata-matanya dengan imbalan biaya kuliah dari bapaknya. Ini yang namanya takdir baik lagi berpihak padaku. Tak pernah ada gambaran untuk menjadi anak kuliyahan, tapi nyatanya aku menjadi mahasiswa jurusan arsitek seperti jurusannya. Bagiku jurusan apa saja asal kuliyah tak apalah, apalagi kearsitekturan masih nyambung dengan passionku yang hobi melukis sketsa.
Demi upah dan uang tips aku sering mengerjakan tugas si anak manja itu. Ya lumayan lah ada uang jajan tambahan. Karena intennya akhirnya kami terasa begitu dekat. Tak ada pembatas anatara anak babu dengan anak juragan. Wajar kalau orang-orang di kampus menyebut Jije adikku.
Mendekati libur semester ayah Jije datang menyambangi putrinya yang kebetulan aku di tempat kostnya demi mengambil buku-buku untuk referensi tugas yang mau aku kerjakan. Sebenarnya sih bisa cari pdf nya di internet, namun demi melihat bidadari itu aku pakai alasan ngembil buku referensi. Pak Nasution curiga padaku, karena aku lagi di kosannya.
" Lho kok malah di sini, awas ya jangan aneh-aneh, bisa kustop biayamu", katanya sedikit mengancam. Saya hanya sedikit menyampaikan bahwa hendak mengerjakan tugas putrinya. Akhirnya termaklumkan juga. Padahal aku sudah mulai pede untuk menyampaikan rasa pada Jije, namun nyaliku justru kini menjadi ciut seketika.
Target berikutnya aku harus cumlaude, dengan harapan kelak bisa menggaet si Jije. Pak Prof. Ali sudah mewanti-wantiku agar prestasi dipertahankan bahkan ditingkatkan. Sebagai imbalannya aku hendak dijadikan asisten dosen agar bisa menempuh S2 dengan biaya dari kampus.
____
Bondowoso, 8 Juni 2023
Tidak ada komentar:
Posting Komentar