EMBUN DI PUCUK KEMUNING
Pak Tyqnue Azbynt
Pagi buta aku sudah melangkahkan kaki di bilangan GOR kota Jember yang berada di sebelah barat kampusku. Memang tak terbiasa aku menantang pagi saat kabut masih membutakan semua pandang. Karena lapar pagi-pagi dan males tuk buat sarapan akhirnya kujelajahi jalanan sekitar kampusku. Taklah sebegitu jauh dari area kostku di jalan Kiyai Mojo itu. Namun di pagi buta itu tak ada penjaja makanan yang sedang melapakkan dagangannya. Dan tiduran di bantaran pot bunga menjadi pilihanku.
Saat pagi kian merangkak mulailah banyak geliat para pejalan kaki yang olahraga ringan. Ada yang hanya pakaian kasual, tapi yang terbanyak adalah berpakaian olahraga seperti biasanya. Sebagian besar adalah para mahasiswa mahasiswi yang kost di dekat kampus itu. Sembari melepaskan pandangku ke berbagai arah sembari menikmati rokokku yang sudah separuh perjalanan apinya.
" Gedebuk", suara itu terdengar di dekatku. Tampak olehku seorang gadis cantik yang kudapati lututnya memar dan sebagian lecet karena harus bertumpu pada aspalt dan grevel yang lumayan tajam itu. Rupanya dia fobia terhadap darah, karenanya dia tak sadarkan diri. Kuselonjorkan kakinya, sementara tubuhnya kusandarkan pada tembok pot bunga. Lecet di kakinya dipenuhi debu karenanya aku harus membersihkannya. Kulihat botol air minumku sudah tak ada airnya. Aku harus mencari cara agar bisa membersihkan kakinya. Berbekal sarung yang kupakai kubersihkan luka lukanya dengan cara kubasahi sarungku dengan sisa-sisa embun di pucuk daun kemuning di sisi jalan menuju GOR itu. Saat dia tersadar, dia pun meringis kesakitan sembari mencengkram kuat-kuat tanganku. Alamaaak cantik kali orang ini ( pikirku ).
"duh maaf mas anak sastra yaa?", Kuak bibir mungilnya sembari meringis kesakitan. Kujawab saja bahwa aku fakultas Tarbiyah di Prodi Pendidikan Agama Islam. Dia tak langsung yakin gegara rambut gondrongku. Ya maklum saja kegiatan di seni rupa telah membawaku ke alam yang sedikit nyentrik. Setelah agak tenang kusuruh dia tuk pulang ke kostnya, namun dia tak bisa melangkahkan kaki. Kakinya mulai membengkak, tak ada satupun kendaraan melintas tuk mengantarnya pulang kost. Dengan terpaksa aku gendong dia menuju kostnya. Lumayan berat dan terasa canggung juga. Sesampai di teras kostnya temannya pada heran atas lukanya.
" Kantiz EMBUN DI PUCUK KEMUNING, masnya ini siapa?" celetuk salah satu temannya.
" Owh dia...anak tarbiyah, oh yaa dia juga calon imamku lho", katanya sembari melangkah masuk serambi kostnya tanpa ada rasa nyeri sedikit pun. Wah rupa-rupanya dia ngerjain aku. Dari kerlipan matanya aku menduga begitu.
" Tenang mas, aku bakalan sembuh kok walaupun sedikit bengkak, tapi sentuhanmu telah menyingronkan saraf-saraf ke hati dan otakku", katanya sembari membawakan botol airineral buatku. Anehnya ketika usai aku meneguknya dia pun meneguknya pula dari botol yang sama.
___
Bondowoso, 4 12 22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar