MENUMPUK DI SATU TUMPUAN
Pak Tyqnue Azbynt
"Aku gagal menjadi seorang ibuyang baik karena harus berperan sebaai seorang ayah.
Aku gagal menjadi seorang istri karena harus berperan sebagai seorang suami.
Aku gagal menjadi menjadi tulang rusuk karena harus menjadi tulang punggung", kekata itu kau semat pada goresan-goresan lepas di buku memorinya. Sejatinya itu benar adanya tapi perannya sebagai ibu takkan pernah tergantikan, tercipta sebagai tulang rusuk takkan dinihilkan. Di balik kecadasan dan kegetiran perjuangan senyum seorang wanita tetap indah jua.
Di sebuah mini market kutampak dia sedang menggamit tangan mungil bocah perempuan yang imut. Bocah yang merengek minta dibelikan es krim itu tak direstuinya, semula kukira dia pelit atau memang tak ada uang. Ternyata dari bimbingnya pada bidadari kecil anaknya itu baru aku tahu betapa bijaksananya dia.
" Nak...bukan mama tak mau membelikan kamu es krim, tapi aku khawatir batuk pilekmu kambuh lagi. Masa sih mama harus semalam suntuk begadang nemeni kamu sakit..., hayo beli yang lain selain es krim", begitu bimbingnya dengan lembut.
Dari deretan kursi kafe di depan mini market itu kuperhatikan dia dengan seksama. Tak ada yang aneh padanya, bahkan kekatannya begitu lembut membimbing, santun. Tapi kenapa dia harus menjadi single parent?. Ah tak tahulah.
Suatu saat aku sedang menjadi juri sebuah event lomba lukis tingkat SD- MI di desa dekat kampungnya. Kembali aku melihatnya, tapi kali dia sedang membersamai murid-muridnya. Sebagai juri aku sengaja menjauh dan tak memberikan perhatian lebih. Di saat panitia sedang melakukan pengawasan lomba, aku mengadakan ramah tamah dengan para kepala sekolah. Dilalah kepala sekolahnya menuturkan bahwa Bu guru cantik itu menjanda gegara mempertahankan kesantunannya dalam beragama, mempertahankan aqidahnya, apalagi lelaki pilihan orang tuanya itu selingkuh dengan tetangga satu desanya. Karenanyalah dia memilih menjanda dengan seorang anak yang membersamainya. Owh kirain dianya yang manja, begitulah pikirku.
" Maaf pak lombanya udah kelar, pak kepala ditunggu guru-guru ", katanya saat dia menghadap kepala sekolahnya.
" Yeee pak juri ini pak yang sering menelisik pandang padaku kalau aku sedang belanja. Ternyata bapaknya juri, awas ya kalau muridku gak ada yang menang!, akan tahu rasa kalau disenyumin janda imut, pasti migrain atau vertigo", pungkasnya sembari senyum yang menyandra seluruh sukmaku.
____
Bondowoso, 16922
Tidak ada komentar:
Posting Komentar