NYALA BARA MALAM MINGGU
Pak Tyqnue Azbynt
Tampak dari jari jauh kerlip cahaya bara api di halaman rumah si bungsu adikku. Kelebat bayangan hitam yang menghalangi cahaya itu. 2 orang lelaki tampak bagai lukisan siluit dalam bingkai remang malam di depan rumahnya. Sesekali ada yang berdiri sambil menyedot asap rokoknya dalam-dalam.
Demi menuntaskan rasa penasaran aku langkahkan saja kakiku. Ternyata mas Cip dan adikku sedang menggoreng belalang sawah dengan tungku bata yang tampak dibuat asal saja. Dari candanya aku sedikit terhibur. Bayangkan..., belalang yang mereka goreng dijulukinya 'udang angkasa'. Canda tawa renyah menjadi penambah kehangatan malam itu. Hingga goreng belalang itu matang aku masih tetap membersamai mereka. Sajian yang rasanya lumayang aneh itu, nyatanya membuatku juga bisa menikmatinya walaupun terasa aneh.
Satu piring tuntas sudah kami lahap. Pukul 02.40 Mas Cip bergegas pulang, karena mau tahajjud katanya. Sementara kami masih asyik mencumbu rokok yang sudah lebih separuh perjalanan. Mulutku iseng saja tanya, " Dari mana idemu, malam-malam nangkap belalang and trus menggoreng gini ?".
Dia menunduk dengan bibir bergetar, " Ini bukan camilan hiburan..., perutku mulai pagi belum kemasukan makanan sedikitpun. Ibunya anakku tak sengaja tak kuberi tahu, dia saja yang makan karena masih menyusui. Kubilang sudah makan di warung selepas beli tembakau dan beli pempers anakku. Aku tak ingin istriku beban mental karena tak ada rupiah se-sen pun tuk beli beras, soal besok tunggu rejekilah ", katanya sambil menyedot asap rokoknya dalam-dalam. Hatiku runtuh seketika melihat kenyataan itu. Begitu berat beban yang harus dijalaninya sebagai kepala rumah tangga yang masih baru. Akupun pulang saat nida' subuh berkumandang, air mataku banjir tak tertahankan.
____
Bondowoso, 14 8 22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar