MEMBURU MALAM QADAR
Pak Tyqnue Azbynt
Selepas tengah malam perlahan Musala dan masjid memilih senyap, tanpa pelantang suara. Malam yang kian dingin kian menyiksa raga. Sebelum waktu sahur tiba, aku coba merangsek menuju masjid di seberang jalan. Niat hati sih ingin mencari kudapan gratisan seperti Musala di gang kami.
Masyaallah, masyaallah ternyata suasananya begitu beda. Tampak orang-orang yang sedang khusyuk berzikir, bertadarru', bertafakur menemui sang Ilah. Aku seperti asing dengan diriku sendiri, tak tahu arah tak tahu bentuk tentang semuanya. Terasa begitu tak berarti diriku, sedang mereka sudah asyik menemui Tuhannya. Aku jauh, teramat jauh. Bingung harus berbuat apa?
HP menjadi tempat curhat tuk bertanya tentang keistimewaan malam Ramadhan dan amalan-amalan penyertanya. Tadarus, tarawih, dan i'tikaf melebuhkn diri pada Tuhannya. Jika malam Qadar itu setara seribu bulan, lalu apa yang sudah kuperbuat? Berapa kali Ramadhan aku telah menyia-nyiakannya? Berapa banyak aku berbuat hina di malam-malam itu. Dalam ketidak khusuanku kupaksa duduk bersila, hanya bertanya-tanya. Aku harus berbuat apa? Aku tak bisa khusyuk meminta, tak bisa menyatukan cipta, rasa, dan karsa. Diamku adalah ketidakmampuan mengenal Tuhanku. Ritual-ritual hanya menjadi habitual yang kering makna. Tuhan, dalam ketidak khusuanku, ijinkan aku meminta, berilah cara agar aku lebih jauh mengenai-Mu.
-----
Bondowoso, 18 Ramadhan 1446
Tidak ada komentar:
Posting Komentar