Total Tayangan Halaman

Sabtu, 11 Mei 2024

 KETULUSAN CINTA BUNDA COREENA

Pak Tyqnue Azbynt




Benciku pada dosen bahasa ini sudah melewati ubun-ubun saja. Tiap kali tugas makalah selalu bermasalah, yang kurang ini kurang itu. Intinya ketatabahasaanku acakadut. Kalau bukan karena dosenku pasti kulempar sandal. Bayangkan! Raga sudah lelah cari biaya ditambah otak diperas pula.


Malang tak dapat ditolak,  mujur tak bisa diraih. Manusia yang kubenci itu justru kini menjadi dosen pembimbing skripsi, bayangkan!, remuk kan otakku. Demi menyandang gelar sarjana, kubetahkan tuk menjalani tugas itu. Sore itu selepas hujan aku mengikuti ujian skripsi dengan modal nekat kuhadapi semua tampang garang dosenku. Dilalah justru ujianku lancar bahkan banyak penguji yang memuji karyaku. "Wah ini baru the best," kata Pak Prof. Windarto salah seorang pengujiku.


Hampir 5 tahun aku menuntaskan bangku kuliyah. Dengan berbagai luka kupaksa melangkah di belantara cendekia itu.  Hampir runtuh rasa jiwa dan ragaku. Prosesi wisuda pun digelar sudah. Semua keluarga wisudawan wisudawati tumpah ruah beserta keluarga demi merayakan kesuksesan anaknya. Aku yang hanya seorang yatim piatu tak punya sesiapa, tak bisa menyertakan keluarga. Namun, yang membuat hatiku haru biru, hampir ambruk aku di depan rektor saat yang menjadi waliku adalah Bunda Coreena. Tanpa sepengetahuanku beliau justru tak mengenakan toga dosen, justru mengenakan baju sebagai wali wisudawan. Yaa Allah, terima kasih Bunda Coree, kasihmu begitu tulus pada anakmu yang begitu lama mengacuhkan dan membencimu.

___

Bondowoso, 11 Mei 2024

Kamis, 09 Mei 2024

DIAN ANGGI

 DIAN ANGGI

Pak Tyqnue Azbynt



         Sudah dua semester aku menjadi guru SMK Lentera Cendekia di sebuah kota kecil Bondowoso. Sejauh itu aku belum bisa berhabituasi, mungkin karena latar belakang keilmuanku masih belum matang. Tiap hari hanya menuntaskan tugas saja tanpa berangkat dari kedalaman hati, lagian aku kan masih berada di bangku kuliyah. Mengajar bagiku hanya sebagai ajang tuk belajar mengadapi murid dan warga sekolah saja.

          Sekolah yang sebagaian besar muridnya permapuan ini menjadi hutannya bidadari remaja.  Bagi seorang bujang semacam aku mestinya betah dan senang di zona itu. Apakah karena aku disibukkan dengan tugas akhir perkuliahan yang menjajah otakku hingga mengacuhkan bocah-bocah bening itu. Hampir tiap hari ada saja murid-murid yang menggodaku, baik dengan sindiran atau pun secara tegas. Otak berkata kalau banyak muridku yang bening namun belum bisa menyentuh hatiku.

         Tiap rehat belajar, aku terbiasa di ruang rehat sebelah pos scurity. Yang menjadikan aku betah di zona itu, karena di situ selalu ada kopi yang menjadi penyanding hisapan rokok. Anehnya di tempat itu selalu ada rokok Jie Sam Soe kesukaanku. Menurut Garda Wiyata (Satpam Sekolah) kalau itu diperuntukkan untukku agar tidak merokok di kantin yang kemungkinan dilihat murid-murid di sekolah itu. 

Bak ini rokok siapa? 

Ah untuk jenengan Pak Guru, jawab Sang Satpam.

Lho kok pas dengan kesukaan saya ne?

Ya, kebetulan saja kali,” kata cewek scurity yang kutahu belakangan bernama Anggi.

Btw karena sering ke tempat itu, akhirnya menjadi habitual kami, kadang Si Anggi ikutan merokok di ruang itu, padahal tak seharusnya seorang cewek tidak merokok yang agak berat semacam Jie Sam Soe.

          Tepat 21 April 2024 aku sengaja membawakan buket bunga untuk Sang Garda Wiyata. Walaupun sebagai satpam, dia layak mendapat perhatian di hari yang istimewa bagi wanita Indonesia. Niatannya sih iseng dan ngasal saja, karena banyak murid yang sudah membuat paket khusus tuk para guru perempuan di sekolah itu. Senyum sumringah Anggi mengembang begitu manisnya, anehnya di dadaku menjadi dagdigdug derr. Apakah ada yang salah di hatiku? Atau aku sedang kesambet panahnya Dewa Amor? I dont know. Yang jelas hatiku merasa damai atas situasinya. Dia tersenyum, terasa teduh di kegersangan hati yang lama terjajah oleh kesibukan kuliyah plus biaya-biayanya yang memusingkan. 

Tumben Pak Guru, kasih surprise ke aku

Lah, gantian dong, kan biasanya Bak Anngi yang menyediakan rokok dan kopi buatku, he he.

Aaah, itu kan untuk berdua, btw Pak Dhimas kan ketua OSIS dulu saat di  MAN? tanyanya.

Loh kok tahu?

Ya iya lah, saya kan alumni sana, dan saya termasuk pengurus harian di OSIS cewek.

Hah, yang bener aja. Kenapa sekarang tak pakai jilbab?

Paaaanjaaaaang ceritanya, timpalnya sembari mengisap rokoknya dalam dalam.

Dari penuturannya baru aku tahu kalau dia pernah menjadi murid yang dipromosikan sebagai duta bahasa karena kemahirannya bahasa Arab dan English-nya, namun dia gagal karena kecelakaan yang mengakibatkan dia lumpuh dan lulus terpaksa dengan nilai yang pas-pasan. Setahun berikutnya sang ayah meninggal dan hidupnya berubah drastis.Ibunya memilih bersama lelaki lain dan meninggalkan putrinya bersama sang nenek. Berkat seorang traditional terapist yang konon masih kerabat dari neneknya dia kembali pulih seperti semula. Demi menutupi identitasnya, dia mengubah tampilan dan gaya hidupnya. Dulu yang pernah dielu-elukan warga sekolah, lalu tercampak, telah menjadikan pukulan berat baginya. kini neneknya sudah kian manula dan dia menjadi penyandang ekonomi dengan gaji sebagai scurity sekolah. 

          Sejak sering curhatnya itu aku menjadi banyak tahu tentangnya, satu hal yang paling menjadi keseriusanku adalah bahwa dia masih tetap menghafal Al qur an. 30 Juz tertuntaskan sudah sejak awal kelumpuhannya. Justru saat-saat itulah dia lebih cepat daya hafalnya. Walau kini tampilannya tanpa hijab dan tampak sedikit tomboy namun justru di situlah yang membuaku suka. Ciye ciye kok suka ya? he he entahlah. 

          Buket bunga yang berangkat dari keisengan ternyata mejadi sesuatu yang sangat berarti baginya. dulu lelaki yang dianggap mulya hanya sosok bapaknya dan tak ada sosok lain yang menggantikan sebagai pelindungnya. Saat lumpuh hanya dia yang membopong ke mana pun hasratnya hendak pergi. Meninggalnya telah menjadi pukulan terberat baginya. Sosok nenek yang menggantikan justru tak banyak memberikan arti selain doa dan ketulusannya pada sang cucu. Sejak saat itu dia lebih kuat dan tak mau keterganngan pada siapa pun. Memberi salam istimewa lewat buket bunga ternyata menjadikan sesuatu yang teramat indah baginya. 

Mas guru, kenapa ya aku kok tambah betah di sekolah ini sejak tanggal 21 April lalu.

Owh pas hari Kartini?

Yaa pas jenengan kasih buket itu loh!

Emangnya kenapa, pancingku.

Sini deh mendekat aku ingin jabat tangannya mas guru!

Digamit tanganku sembari diciumnya lalu diempelkan ke pipi kirinya sembari berucap,Aku damai bersama mas guru, maukah jadi pelindungku? Wah ini gaya Satpam, tegas dan tanpa basa-basi, pikirku.

Ah masa sih, seorang Garda Wiyata sekolah tak bisa melindungi dirinya? godaku.

Yaaah aku serius neh!

Siap ndan, aku harus bilang apa?

Lho mala tambah candaan lagi.

Sini merapat padaku, hayo kita duduk di bangku itu, kita bicara!”

Dia duduk di sebelahku kutarik agar merapat dan bersandar di dada kananku. Kubelai rambut halusnya sembari kukatakan bahwa aku sebenarnya ada rasa padanya. Dari matanya kulihat butiran bening berjatuhan, bibir gemetarnya membahasakan keharuan.

Ciyeee, Pak guru seni budaya lagi kesambet cinta ne, ledek Pak Antok guru Olahraga di pojok lapangan basket. Yang menjadikan aku bingung jusru banyak murid yang ikut meledekku dengan kompak menyanyikan lagu Sedalam Cintamu Indra Lesmana dan Nania. Wah kacau ne pikirku, namun getaran cinta lebih menegasikan semua itu. Dunia hanya milik kami berdua, yang lain hanya ngampung kost saja, begitu benakku.  ***** (Bws, 9 Mei 2024)

Selasa, 07 Mei 2024

BEGAL GAHARU

 BEGAL GAHARU

Pak Tyqnue Azbynt



          Tanah perdikan itu selalu saja menghadirkan banyak masalah. Cekcok dan sengketa batas wilayah acapkali menjadi riak perseteruan yang bak bara sekam saja. Saling ghibah di luaran sudah menjadi habitual yang tak elok tuk dilanjtukan, namun selalu saja ada pemicu yang menyinambungkannya. Konon tanah yang bagai tak bertuan itu sejatinya masih ada ahli waris yang diabaikan dan justru di-claim sepihak oleh salah satu klannya.

          Menelisihi kenyataan yang sudah kasat mata saja dianggap tak bakalan menjadi perhatian publik. Nun di batas seberangnya ada lahan persawahan yang kini mengering gegara kanalnya selalu ditimbuni tanah dengan perlahan. Warga pemilik sawah pun memilih mengalah tinimbang mempuk permasalahan yang tak berkesudahan.

          kali ini sudah menjadi kian nyata keserakahannya para penguni tanah perdikan itu. Pokok baharu yang berada di balok batas itu tumbang sudah, padahal sebagian besar berada di lahan sebelahnya Tiga lelaki anaknya yang sejatinya pernah nyantri itu la kalam wala salam telah secara sepihak menggunakan chaisaw merobohkannya. Deru mesin potong itu memekakkan teliga tetangga sekiarnya. Kabar menjadi viral setelah diketahui warga sekitar ternyata yang memotongnya bukan pemilik sahnya. Kasak-kusuk mulai merebak, namun sang pemilik lebih memilih diam dan hanya dibincangkan dengan kluarganya tinimbang berkeluh kesah ke orang lain yang hanya memperkeruh suasana.

Bu, pohon gaharu yang harga jutaan itu telah tumbang, kata Mang Ilyas.

Lho, kenapa pak? Apakah kena angin kencang? tanya istrinya.

Gak.

Ya Allah pak, tiga lelaki itukah yang memotongnya? tanyanya.

Ya begitulah, jawab suaminya singkat.

Gimana neh, kita mesti ngapain, sambung istrinya.

Serahkan saja pada Gusti Allah bu, mau gimana lagi.

          Banyaknya tetangga yang diam-diam menanyakan telah menggoyahkan pedirian keluarga Mang Ilyas. Berbagai bujuk yang masuk ke telinganya telah merusak kejernihan nalarnya. Mau dilabrak taklah mungkin karena tak elok selalu berebut urusan dunia. Yang satu bilang ini soal harga diri dan soal hak, di pihak lain lain ada menyuruh pasrah saja. Bujukan-bujukan itu benar-benar mereduksi otakya.

          Selepas subuh didatanginya puing pokok gaharu itu. Dalam hatinya berkata “ternyata takdirmu bukan menjadi milikku. Munculnya orang yang kebetulan lewat di tempat itu memanaskan suasana. Dia bilang agar tak membiarkan kebiasaanya yang serakah itu. Bukankah lahan persawahan itu mengering gegara kuarga yang sok kuasa atas tanah perdikan itu? Saat pulang ke rumahnya, Mang Ilyas hendak membujuk istrinya agar melabrak tetangganya, namun telepon dari anaknya yang di rantauan agar mengirimkan uang tuk biaya pendidikannya. Dan, permasalahan pun pudar seketika. Mereka lebih berkonsentrasi pada kebutuhan anaknya.

          Mungkin karena usianyalah yang menjadikan Mang Ilyas memilih diam, demi memberi tauladan untuk anak cucunya. Dia hanya berkata pada keluarganya Kasihan dengan status kesantriannya, yang harus mereka taggalkan seperti tumbangya pohon gaharu itu. Kita diam bukan berarti kita ikhlas tapi karena keterpaksaan atas nama umur yang sudah kian menua dan hanya menunggu purna usianya saja. Semoga anak cuccu kita tidak aa yang serakah dan menegasikan kepemikan orang lain, jelasnya sembari menyesap bibir gelas saat mencumbu kopi hitam buatan biddarinya.

_______ 

Rumah seni Latansa, 7 Mei 2024

PERJALANAN DI HUTAN PINUS

 PERJALANAN DI HUTAN PINUS  Pak Tyqnue Azbynt  Erkantina wanita yang kuidamkan sejak aku  SMA itu kini benar-benar bersamaku. Momen saat dia...