Total Tayangan Halaman

Rabu, 25 Oktober 2023

BIIA & NARA diadopsi dari Puisi Pengungsi dan Penjual Miniatur Eiffel karya Muhammad de Putra

 BIIA & NARA

diadopsi dari Puisi Pengungsi dan Penjual Miniatur Eiffel karya Muhammad de Putra


Pak Tyqnue Azbynt

Entah mengapa malam itu begitu menyiksa bagi kami para penyintas di negeri orang dengan status sebagai pengungsi. Paris dunia glamor para pemburu gaya, ternyata menjadi neraka bagiku. Sejak kegagalanku menjadi legislator di tanah asalku, semua harta terkuras habis tanpa sisa. Begitu pun, tabungan Antam untuk adik adikku. Ludes dan aku tak menjadi apa-apa.





Dengan bermodal pinjaman dari seorang sahabat, aku nekat ke negeri para model tanpa tujuan yang jelas. Mungkin karena malu di kampunglah yang membuatku hilang pikiran warasku. Semula aku berpikir kalau kelihaian melukis yang selama ini aku tinggalkan, bisa aku jadikan penyambung finansialku selama di sana. Semua dugaku jauh dari kenyataan, aku menjadi gelandangan kota bersama, orang-orang imigran Yaman yang tak kunjung dapat suaka dari sana. 

Entah kenapa malam itu, langit begitu barbarnya mencumbu bumi, hujan yang begitu deras mendera kami tanpa ampun. Kami yang hampir seharian menjajakan miniatur menara Eiffel harus mencari teduhan dari dera air langit itu. Malam sudahlah larut sedang hujan tak jua henti, jaket kulit lusuh bak perasan santan kelapa saja, deras mengucur. Saat rinai mulai menipis, sedikit legalah perasaanku. Dingin?, Masih saja menyiksa. Tak ada sebatang rokok pun tuk menjadi penghangat rasa. Suara burung malam semakin menyiksa sukma, ejekannya menusuk ulu hati. 

Paris memang tak pernah tidur, dari arah timur tampak dua gadis kembar sedang menuju ke arahku, memotret kami dan benda-benda di sekitar kami. " These are enough as our painting object ", seru salah satunya. " Yaa cukup ", sambung satunya dengan Bahasa Indonesia. Dari situlah ingin rasanya aku berkenalan dan mengulik jauh tentang dua gadis kembar itu. 

Dari long jacket nya dia mengeluarkan rokok lalu menyalakannya. Mulutku terasa rindu menghisap asap saat dingin begini. " Boleh sebatang saja buatku?". " Oh Indonesian? ". Dari situlah baru aku tahu namanya ' Biia dan Nara ' , sosok.kembar yang baru saja pulang dari Mojerel Garden Marocco, dan berlanjut ke Eifel tuk liburan selepas menuntaskan studinya di Muhamed 1 University di Oujda, Maroko. Memang taklah terlalu jauh jarak Maroko-Prancis, makanya mereka enjoy saja, apalagi bagi mahasiswa berduit macam.mereka. 

Pertemuan itu benar-benar berarti bagiku, aku seperti bertemu semua keluarga di tanah air. Keakraban dan upayanya tuk mengantarku ke konsulat agar dicarikan jalan demi tidak.menkadi penyintas di negeri orang. Dan benar saja keesokan hari mereka telah menjemputku, dan mengantar ke kantor konsulat RI di sana. Selama diperjalanan mereka menunjukkan sebuah Sketchbook dengan beberapa sketsa lukisannya. Kucoba kritisi tekniknya yang kurang rapi. " Oh bisa merupa?". " Sedikit ", sambungku. Kuminta Sketchbook dan carbonit pensilnya, and kulukis wajah mereka berdua walaupun tak seberapa bagus karena posisi dalam mobil yang sesekali melencengkan arah mulut pensilku. Bila dan Nara, kalian telah menghidupkan asaku yang sudah mati, berkat petunjuknya aku justru menjadi road artist di Majorel Garden Marocco. Berkat lukisan-lukisan yang kujual akhirnya aku bisa studi di 'Mohamed 1 University Marocco '. Konon kabarnya mereka berdua sudah berada di tanah air dan menjadi dosen de perguruan tinggi ternama di Indonesia. Thank alot, Biia dan Nara. 

____

Bondowoso, 25 10 23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERJALANAN DI HUTAN PINUS

 PERJALANAN DI HUTAN PINUS  Pak Tyqnue Azbynt  Erkantina wanita yang kuidamkan sejak aku  SMA itu kini benar-benar bersamaku. Momen saat dia...