PAWANA SENJA
Pak Tyqnue Azbynt
7 km menikmati laju matic tungganganku. Motor tua yang masih setia temaniku saat berangkat kerja ngantor. Pagi itu langit sedang asyik mencumbu bumi. Airnya memesrai wajah bumi yang pasrah dalam basahnya. Di atas motor hujan menderaku tanpa ampun.
Tak enak saat di kantor baju dingin gegara air hujan memaksa-maksa menerobos lewat celah mantelku. Seorang guru olahraga mendekatiku seraya menyodorkan sebuah jersi yang masih perawan. " Pakai saja Bu itu masih baru kok ", pintanya dengan sapaan yang hangat. Aku ragu, akankah aku pakai jersi itu?, aku kan wanita, dan ngajar di sebuah pesantren pula. " Oh yaa biar tak jadi sorotan publik jenengan nanti luarnya pakai sweater ini, biar tak kelihatan lekuk tubuh ibu", sambungnya lagi. Akhirnya aku pakai juga daripada kedinginan.
Jersi dan sweater pak guru olahraga itu memang menghangatkanku. tapi ketampanan dan keramahannya justru yang menjadikanku lebih merasa tak sekedar hangat, lebih dari itu. Seperti biasanya kami baru pulang kantor selepas ashar, tapi karena masih hujan lebat kami semua lebih memilih diam di kantor. Baru pukul setengah lima aku beranjak pulang, namun baju yang kupakai kan milik guru olahraga itu. " Pak bagaimana dengan sweater ini ?", Kataku.
" Oh pakai saja biar ibu hangat, yaa anggap saja sehangat pelukanku", gombalnya. Ah tapi kok aku malah kesenengan yaa?. inikah yang sering dikata para tua 'jangan keluar saat senja biar tak terkena pengaruh pawana senja!'.
" Ih si bapak.., tak samalah, sweater dengan pelukan aslinya ", godaku.
___
Bondowoso, 19 11 22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar