KIRAP BOCAH BERSARUNG
Pak Tyqnue Azbynt
Lantunan shalawat nabi menyeruak semarak kala bocah-bocah bersarung itu diarak menuju balairung markas Batalyon 514 Raider. Gelaran khitanan massal yang diadakan dalam rangka menyambut Hari Pahlawan tahun ini, begitu meriahnya karena antusiasme masyarakat yang tinggi. Sebagai salah satu undangan aku pun turut menyaksikan betapa meriahnya dan megahnya gelaran itu. Hadrah dan parade drumband milik mas-mas tentara menjadi penyemarak gelaran itu.
Di deretan kursi para bocah yang hendak dikhitan tampak beragam ekspresi, mulai dari cemas, riang, dan bahkan nangis ketakutan. Duduk di sebelahku seorang ibu muda yang tampak begitu cemas, hingga tak sadar meremas-remas ujung bajuku. Dia tak sadar, dan bahkan lepas kontrol gegara kecemasan yang mendalam. Kubiarkan saja, aku tak ingin mengganggu keasyikan dalam cemasnya. Tetapi kala mulai bersandar ke tubuhku, aku mulai sadar bahwa dia sudah mulai over, barulah dia menyadari saat HP-ku terjatuh. Kemaafan yang dia pinta kukabulkan semata, bahkan kucoba menepuk-nepuk punggung tangannya agar tenang dan bersabar. Dan kembali dia malah menyilih silangkan jemarinya pada jemariku karena lepas kontrol dalam kecemasannya.
Barulah kutahu kalau dia seorang anggota Persit Kartika Chandra Kirana, tetapi sudah menjanda karena suaminya gugur dalam sebuah operasi melawan sepratis KKB di Papua. " mas...maukan mendampingi anakku saat dikhitan karena aku takut pada sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan medis, suntik apalagi khitan...", katanya memohon penuh harap. Sementara anaknya masih belum tahu sosok sang ayah karena ditinggal gugur semenjak usia 4 bulan pasca kelahirannya. " Jangan cemas anakku ini ada ayahmu yang akan menyampingimu nanti...", Bujuknya. Sang anak tampak ceria dan mengacuhkan kecemasannya karena menemukan sosok ayah yang lama idamkan. Aku turuti saja pinta dari bundanya, tapi yang justru menjadi kacau hatiku karena justru ibunya sesungukan nangis bersandar ke dadaku. Tanpa sadar aku rangkul dan mencium keningnya. " Mas ...aku bahagia hari ini walaupun engkau bukan sesiapaku." Aku tepuk-tepuk punggungnya sembari berucap aku siap jadi ayahnya. Senyum dan saat mengambil bros kecil di jilbabnya dan ditaruh di sakuku adalah bukti hasratku tak bertepuk sebelah tangan.
___
Bondowoso, 5 11 22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar