14 NOVEMBER DI KOTANYA
Pak Tyqnue Azbynt
Kabar kemasyhuran Blue Fire telah menggugah minatku tuk menuju kawah Ijen Bondowoso. Walaupun hujan sering menyapa, kupaksakan jua karena pas bersamaan dengan survey disertasiku tentang masyarakat pemetik kopi di kota itu.
Di sebuah hotel kecil dengan tarif Rp.175.000, permalam menjadi tempat mukimku selama sepekan di Bondowoso ini. Kuusahakan agar segalanya sesuai jadwal demi penghematan biaya. Ranah penelitianku adalah di desa Sumber Wringin yang sebagian besar masyarakatnya sebagai pekebun. Jadwal terpaksa banyak mulor karena hujan mendera kota kecil itu. 14 November 2022 adalah hari yang sangat menjengkelkanku, mobil Jeep ku tergelincir dan harus diderek keesokan harinya. Akhirnya aku terpaksa mencari tempat penginapan di rumah warga. Rumah Pak sekdeslah tempat kubermalam selama aku tak bisa turun ke hotel. Hanya rumah beliau yang ada fasilitas solar cell yang bisa sebagai penuntas kebutuhan baterai laptopku. Alhamdulillah walaupun super dingin berada di puncak setidaknya ada kopi panas ala Raung Arabika, dan kudapan singkong rebus yang menemaniku.
Saat aku mengetik laporan, samar-samar terdengar lantunan wanita sedang mengaji. Kuhentikan aktifitas demi menelisik sumber suara merdu itu. Ternyata suara Aisyah anak Pak Sekdes yang siswi madrasah Aliyah itu. Semula aku anggap itu adalah hal yang biasa, tapi kok sampai larut malam tetap saja mengaji. Usut punya usut ternyata dia murid yang ikut ekskul Tahfiz.
Usai subuhan dinginnya tetap saja menusuk-nusuk hingga terasa ke sumsum tulangku. Kopi hangat yang dihidangkan Aisyah lumayanlah sebagai penjelajah rongga mulutku. Pisang goreng sebagai penyelaras kian membawaku ke suasana asli alam lereng gunung. Sun rise menyelinapkan cahayanya di pucuk-pucuk lamtoro si peneduh kopi itu. Sementara si Aisyah bersiap tuk berangkat sekolah yang jaraknya kurleb 20km. Jauh memang, tapi itu sudah menjadi habitual yang tak menyurutkan langkahnya. Tapi hari itu sang ayah tak bisa mengantarnya gegara kemaren terkilir saat membantuku menyiasati Jeepku yang tergelincir. Karena aku telah dibantunya, tak enak hati jika aku tak membantu mengantar Aisyah ke kota. Dengan Suzuki TS 125 trail warna kuning itu aku mengantar Aisyah ke madrasahnya di kota. Di perjalanan Aisyah justru curhat dengan lepas. Dari situlah aku tahu kalau dia ingin bersuamikan orang kota yang bisa mendukung karir sekolah juga karir ngajinya. Wah dapat mangsa neh, begitu pikirku. Aku menawarkan diri untuk menjadi calon imamnya, tapi jawabnya tergantung bapaknya. " But...adik Sudi kan kalau dapat lelaki macam aku?", Dan dia pun hanya mengangguk yang bisa kulihat dari spion motor trail itu. Ya trail pakai spion sepertinya aneh tapi kalau tujuannya tiap hari ke kota wajar juga sih.
___
Bondowoso, 14 11 22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar