NOW OR NEVER
Pak Tyqnue Azbynt
Berlebaran Adha di Kota Demak merupakan lebaran yang tak biasa bagiku. Dimana-mana hewan qurban berupa kerbau dan kambing, dan tak.kutemukan yang namanya sapi. Bahkan di rumah makan sajiannya berupa daging kerbau. Aku sengaja terbang ke kota itu demi melihat fenomena sosial itu. Ikut bersamaku Ghasmeera cewek Libanon yang lagi kuliyah di UGM itu. Walaupun aku hanya seniman lukis jalanan tapi dia mau menjadi cewekku. Sayangnya dia beda agama, dia seorang Kristiani sedang aku seroang muslim, tapi bagiku tak apalah, toh ibadahku abal-abal mulu. Aku tak punya kedalaman dalam beragama.
Memasuki hari tasyrik pertama atau 11 Dulhijjah aku masih dibersamai Ghasmeera cewek dengan rambut hitam pekat, kulit putih dan yang bikin aku kesemsem adalah matanya yang hijau, dan tak kutemukan pada etnis lain. Selepas mengamati kegiatan pemotongan hewan qurban yang menjadi objek lukisanku, badanku tetiba merasa gerah, yaa tentu saja aku mencari air untuk sekedar cuci muka. Anehnya aku cuci mukanya di tempat wudhu masjid, bukan berwudhu tapi hanya cuci muka. Tetiba aku di panggil dengan kode tangan oleh seorang lelaki dan disampingnya seorang perempuan yang sedang mengetik sesuatu pakai tabnya. Muhammad Iskandar begitu namanya dan si cewek itu bernama Alviah Noor. Dari perbincangan itu aku tahu bahwa cowok itu adalah seorang sastrawan nasional, semntara si cewek seorang editor sebuah penerbitan di Jawa Tengah. Bincang kami sekitar seni menjadi asyik, bak lalapan ketemu sambal. Ghasmeera merasa tak nyaman karena berada di lingkungan masjid sedangkan dia adalah kristiani. Tapi aku sudah terlanjur asyik, bincang seni dan budaya Indonesia. Dan cewekku ngambek yang di luar dugaanku, dia betul-betul marah, bahkan laptopku yang berisi banyak foto objek lukisan dibantingnya. " Give me reason, why stay here now...? If you Wanna continue our relationship make a decision ..NOW or NEVER...", Katanya dengan marah. Dia memilih pergi meninggalkan kami.
Bang Mois panggilan dari Muhammad Iskandar hanya mengangkat bahu sembari mengernyitkan dahinya. Tapi si Alviah Noor malah tersenyum. Dia menguliahi aku dengan mengambil analogi sate kerbau. "Masnya tahu kenapa di Demak ini tak ada daging sapi? Itu adalah sebentuk penghargaan pada budaya dimana orang Hindu menyakralkan binatang sapi sedangkan Kanjeng Sunan Kalijaga ingin menghadirkan Islam secara damai tanpa merusak budaya. Wajar jika dalam hal berqurban pun hewannya justru kerbau bukan sapi..". Sontak saja aku tersadarkan, betapa mulianya ajarannya yang justru aku abaikan. Saat tetesan air mataku meluncur deras, bang Mois menepuk-nepuk pundakku sembari berucap, " gabunglah dengan kami sebagai budak seni dan budaya bangsa". Aku hanya menggenggam tangannya kuat-kuat sebagai isyarat aku meng-iayakannya.
___
Bondowoso, 11 Juli 2022
Keren Pak, tulisan fiksi seolah nyata...luar biasa ...
BalasHapusSing baureksa koment...thanks
HapusKeren..ghasmeera.
BalasHapusHatur tengkiyu telah Sudi singgah
HapusAlviah Nor itu siapa?
BalasHapusSeorang guru yg editor, saya hanya kenal via nulis bareng, saya Jatim beliau Jateng, kenal lewat karya saja...temu muka belum pernah.
HapusSelalu terpesona dengan cerita pak e ini 😊
BalasHapusHatur tengkiyu
HapusKereeen
BalasHapusAku senyum
Hapus