MAHLUK ANYAR DI SEKOLAHKU
Pak Tyqnue Azbynt
Rambut yang tergerai menyentuh ujung dagunya tampak elok di mata. Sesekali dia menolakkan dengan punggung jemarinya, namun berkali jatuh memanja dan menggoda. Dagu lekuh di tengahnya itukah yang ingin ditunjuk oleh geraian rambutnya? Ya kuyakin itu, tapi pesona di sebalik itu masih ada yaitu rekah senyum dari bibir manisnya. Adik kelasku yang memesonaku benar-benar menyiksa otak dan hatiku.
Masa perkenalan siswa baru saat putih abu-abu merupakan ajang pencarian korban cinta para seneor di sekolahku kala itu. Sebagai salah seorang pengurus OSIS celah itu kumanfaatkan tuk mencari mangsa atas nama cinta, apalagi kelas-kelasnya singgle gender tak ada kelas cowok yang ngrecoki. Para seneor tebar pesona dengan tampilan sok wibawa. Sementara aku kalah trah kalah pamor oleh mereka para cogan. Trik seorang penggila seni harus kumanfaatkan. Lewat guratan lukisan dan suar nada kutaklukkan dia si Ertine adik kelasku yang manisnya kelewat barbar itu.
Berbekal lukisan hitam putih pada sketchbook dengan pensil karbonit kukira sudah bisa merekam wajah manisnya. Benar saja banyak yang suka lukisanku, bahkan ada beberapa guru yang mengapresiasinya. Pada moment yang tepat kusampaikan hasil lukisanku dan tak lupa kutitipkan nama di pojok kanan bawah namaku. Aku begitu pedenya dengan karyaku, sebagai anak sanggar dan terbiasa melakukan pameran tahunan di alun-alun kota, kukira lukisanku taklah mengecewakan.
Malang tak bisa dihadang untung tak kunjung datang, begitulah nasib yang menjajahku. Setelah dia menerima lukisan plus surat bersampul biru itu dia tertawaan dengan sinis dah gitu masih ngundang teman-temannya sembari dicibirkan bareng-bareng. Untungnya aku sebagai lelaki gemuruh di dada kujinakkan, didih di otak kujedakan. Rasa yang semula cinta perlahan menjadi bara sesal yang mendera-dera. Ketika sesi ke 2 masa perkenalan itu usai kuilih menyegerakan pulang dengan membawa hatiku yang berlumuran darah siksa.
___
Bondowoso, 30 Juli 22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar