ABAH KIYAI
Pak Tyqnue Azbynt
Kalau sudah takdirnya apa yang hendak dikata, begitulah kira-kira menyikapi suatu nasib yang terjadi pada kita. Di sebuah lembaga pesantren, Tuhan telah mendaparkan aku dan beberapa pemuda tuk mengabdikan diri sebagai pendidik anak bangsa. Pondok Pesantren Bustanul Ulum menyemat di lembaga itu, menaungi RA, MTs, hingga MA. Diantara para pengajar di madrasah itu akulah yang paling tua, walaupun aku masih selalu merasa muda, he he.
Suatu hari mas Fadaillah dan mas Edy Prayitno bertandang ke rumah kami tuk mengajakku mengabdikan diri di lembaga itu. Singkat cerita selepas ACC aku menyambangi lembaga itu, yang berada agak masuk di pedalaman. Desa Locare kecamatan Curahdami Bondowoso Jawa Timur. Konon Embah Kiyai Hasan Bashri sang pendiri telah mengawinkan tanah dari berbagai pesantren besar di Jawa Timur dan ditaburkan di beberapa area perkarangan yang kelak menjadi pesantren itu. Menurut menantu beliau yang pegawai Kemenag dan menjadi guru di lingkungan MI yang kemudian dihibahkan ke negara menjadi MIN Locare. MIN Locare satu-satunya yang menjadi lembaga negeri di area pesantren itu, sementara RA, MTs dan MA tetap dikelola keluarganya. Kiyai Achmad Fajri, BA sang putra yang meneruskan perjuangan Mbah Kiyai.
Tak seberapa lama aku bisa berhabituasi di tempat itu. Masyarakat yang apa adanya, bersahabat, apalagi di lingkungan keluarga dalem yang menganggap kami sebagai keluarga. Abah Kiyai begitu sabarnya mengadopsi kami yang "biaya'an" sebagai guru yang harus setiap hari membersamai anak-anak baru gede. Polos, lucu, dan manja karena sudah beranjak ke usia teenager. Aku, mas Aly Sanusi, mas Soeboer, mas Wiwit Widiantoro merupakan orang yang pure bukan alumni di lembaga itu, tapi kami benar-benar nyaman berada di dalamnya.
Badai mutasi sedikit mengganggu perkembangan di lembaga itu, saat sebagian besar guru di situ diangkat sebagai PNS pada tahun 2005, begitu pun aku harus meninggalkan tempat itu walau begitu berat rasanya.
Saat jam rehat pagi kami semua menuju ruang makan dengan menu sangat istimewa setiap harinya. Bu Nyai yang sangat piawai meramu sajian menjadi kelebihan tersendiri. Di ruang makan kami sering bercanda yang kadang-kadang lepas kontrol padahal ruangan itu sangat dekat dengan ruangan Abah kiyai. Mungkin karena ingin dapat perhatian santri putri di dapur yang sedang membantu Ibu Nyai. Maklumlah semua guru di situ masih bujang bahkan masih terlalu belia sedang murid-murid dan santri-santrinya cantik-cantik. Dan benar saja banyak guru yang kemudian mempersunting santri di sana untuk diperistri. Abah Kiyai sungguh kami begitu rindu engkau. Kepulanganmu di hadapan Sang Ilah telah memabukan rindu kami yang tak pernah berujung. Semoga juang dan ibadahmu menjadi penggapi ridha-Nya, dan kami bisa meneladani semua kebaikanmu, Aamien.
___
Bondowoso, 21 Agustus 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar