ZEHRA LIEM
Pak Tyqnue Azbynt
Enam bulan terakhir ini aku hampir tiap hari stay di ruang pustaka kampus. Memelototi buku cetak lebih terasa daripada dengan buku digital yang meradiasi mata. Lembar demi lembar kujelajah referensi yang hendak kusematkan di jurnal yang akan kupublikasi di SINTA. Seorang gadis dengan wajah orientalnya selalu tampak di tiap pandangku saat duduk memesrai buku di beranda baca. Anehnya gadis itu seringkali menawarkan buku-buku asing tuk tiap pengunjung pustaka termasuk aku yang tetap menyintas di sana. Demi menambah pengetahuan bahasa aku beli beberapa buku sastra Jerman, alasannya sederhana karena Zehra Liem bisa menjadi mentorku walau hanya melalui media sosial, agar bisa mengikuti waku senggangnya.
Gadis yang sudah mmpunyai Geothe Zertifikat B1 telah menjadi penambah hazanah kesusasteraan asingku. Semula aku hendak belajar sastra China padanya lantaran dia manusia cantik keturunan Tionghoa yang sedang menempuh S2nya di Universitas Negeri Surabaya. Keintensifannya menawarkan buku bahasa asing telah menjadikannya terkenal dengan julukan agen bahasa dunia. Semula aku tak tertarik untuk mengulik tentang habitualnya itu, namun saat dia menyampaikan permasalahan pribadi barulah aku memahami fenomena hidupnya.
Semenjak konversi agama, dan memilih menjadi muallaf telah mengubah banyak hal tentang jati dirinya. Hampir-hampir dia kembali ke agama asalnya karena, di tahun-tahun pertamanya begitu tersiksa. Dihapus dari daftar anggota keluarga, memilih hidup mandiri, dan dikucilkan dari lingkungan masyarakatnya benar-benar menjadi ujian berat baginya. Walaupun studi S2nya mendapat beasiswa dari kedutaan Jerman, namun biaya hidup di kota Surabaya sangatlah mahal.
Saling share secara intens menjadikan kami saling mengenal kian jauh. Semula yang hanya berkutat sekitar akademis namaun akhirnya beruba pada hal-hal yang teramat privasi. Tak segan-sgan dia mengirimiku tulisan panjang demi meminta atensi mendalam dariku.
Kagem Koko Ano
di Ruang baca
assalamu alaikum ww
salam satu jiwa,
Untuk yang ke sekian kalinya kusampaikan uneg-uneg yang belum tertumpahkan pada siapa pun. Ko Ano sobat setiaku, ketika aku muallaf, aset pribadi yang pernah aku miliki semuanya disita oleh keluarga, bahkan mau numpang tidur pun aku tak diperkenankan oleh semua anggota keluarga. Beberapa malam aku harus menginap di mess Kantor Wilayah NU setelah mendapat restu dari pengurus harian di sana. Bermodal buku-buku yang kudapat dari kedutaan Jerman yang free, sedikit demi sedikit bisa kujadikan modal tuk kost di sekitaran kampus ini. Ketika buku kian menipis aku berkoresponensi dengan para mahasiswa RI yang ada di luar negeri, dan Alhamdulillah sampai sekarang usaha ini menjadi penopang kehidupanku.
Dulu, aku pernah punya boutiqeu yang income perbulannya lumayan besar, tapi kini aku harus menjadi pengedar buku berbahasa asing dengan penghasilan yang fluktuatif. Finally aku sekarang ingin bersewajah secara langsung dengan Ko Ano agar bisa lebih pas. Oh ya, Ko Ano kan dulu pernah di pesantren, so, boleh dong aku belajar Islamologi pada koko.
Ya, gitu dulu. Sambung lain waktu.
Bye, wassalam
Melanie Tjandra Liem ( Zehra Liem)
Pertemuan kian intens semenjak keseriusan Zehra Liem pada ke-Islaman. Kami memilih tempat di sebuah beranda Kantor wilayah NU Jawa Timur dengan harapan juga dapat bantuan pemahaman dari tokoh-tokoh di kantor itu. Sejauh ini progresifnya sangalah terasa. Sesekali dia mengikuti rutinan dan kajian kitab kuning walaupun hanya ingin merasakan hal-hal kenahdiyahan.
Hatiku mulai kacau, keiklasan membimbingnya berubah tendensi asmara. Sebagai seorang mahasiswa pasca aku harus menjaga marwah kilmiyahan Islamologi, jangan rusak dengan sikap atau perkataan yang terlalu konyol. Entahlah, apakah karena aku angkuh atau takut mencari peluang tuk memberikan sedikit saja sinyal cinta? Atau apakah memeng benar kekata orang-orang tua, orang yang terlalu tinggi pendidikannya akan sulit menyampaikan perasaan cintanya? Logikaku menjadi kacau, senyumnya selalu menyintas di benakku. What the matter with you? celetuk Zehra. Nothing,” pungkasku.
Suatu hari Bang Oemar seorang dosen di UIN Maliki Malang yang sering kali melakukan kajian kitab di kantor PWNU, menyempatkan diri bersewajah dengan kami dan berbincang banyak hal. Rupanya beliau lebih peka pada gundah hatiku. Sindiran-sindiran kecil kuacuhkan saja demi menjaga agar koneksitasku tak rusak karenanya. Bukankah aku belum tahu menahu tentang telaga asmara Zehra padaku? Jangan-jangan tandus dan menerik selamanya dan kering memanggagng hati ini. Ah, perasaanku tak tenang, tersesat di belantara asmara.
Ko, jaketmu ketinggalan di kantor PW, aku bawa pulang, paparnya saat VC denganku.
Bawa aja saat ngampus besok Senin.
“Oke, siap 86, candanya sembari pamer senyum manisnya.
Senin saat matahari masih sepenggalah, dan baru beberapa lembar buku kubaca, aku dikejutkan oleh bekapan telapak tangan di mataku. sesorang telah melingkarkan tangannya dari belakang. Tak tahu siapakah gerangan, hanya harum aroma Fifth Aveneu yang menjajah ruang ciumku. Apakah si Zehra? Tak mungkinlah, aroma parfumnya kan biasanya silver, lagian tak pernah pula dia bersentuhan denganku. Aroma parfum itu kunikmati hingga ke ujung hati, begitu pun sentuhan lembut tangannya.
Wahai mahluk asing siapakah ini?
“Tralalaaaa.., Ini aku ko, jawabnya.
Yassalam, cantik kali kau,
Yeee baru tahu, kan sedari dulu emang imut, apalagi pakai jaket yang ada bedge logo ini!
“Wah
“Cocok gaaak? Tanyanya sembari berputar putar di depanku. Tak pernah aku melihatnya seceria itu.
Sumpah demi ayam geprek cocok, pake banget lagi.”
Naah kalau cocok, boleh dong aku miliki.
Yap oke oke, sure, jawabku walau sejatinya jaket itu merupakan kebanggaan yang aku dapat saat mengikuti bimbingan penelitian di BRIN. Yah demi si imut apa pun akan kuberikan, bahkan mobil milik tetangga akan kuberikan padanya, he he.
Sentuhan itu hingga kuguratkan dalam tulisan ini masih terasa jua. Saat itu kusempat mengusilinya dengan mencolek dagunya. Dia tersenyum manja bak anak abg saja. Sinyal itu kumanfaatkan tuk menggamit tangannya dan kukecup mesra penuh kesyahduan di hatiku. Tanpa kata, hanya senyum yang tak bisa kugambarkan rasanya di tulisan ini. Gegara tak melepas sedikit kekata cinta itulah yang justru membuatku kian tersiksa tanpa kepastian. Hatiku rajadan khauf (cemas penuh harap) pada sebuah kata cinta. Memang cinta sulit dilogikakan.
Setelah beberapa pekan berlalu, sedang aku belum berani melepas sauh cinta di dasar hatinya. Dilalah saat kembali ke kantor PW, Bang Oemar dan Gus Aab, yang semula hendak mengusiliku berubah mejadi keseriusan.
Gus gimana sejoli ini kalau kita khitbahkan? seru Bang Oemar
Oke, aku bisa kan jadi wali muhakkamnya? timpal Gus Aab
Emang bo..leh? celetuknya
Boleh kok, jawab Bang Oemar dan Gus Aab bersamaan.
Waah kode keras ne, jawab Bang Oemar sembari mengerlingkan matanya.
And finally, 28 April 2024 aku resmi bertungan dengan dicomblangi oleh orang-orang di PW itu. Anehnya tanggal itu justru pas hari ulang tahunnya. Sebagai hadiah khitbah saat itu Gus Aab memberi rida yang katanya sudah berkali-kali dipakai untuk umroh, beliau berikan padaku. Kain rida itu kulilitkan dilehernya sembari kuberucap, Bidadariku, kini dan selamanya kau akan menjadi milikku, hingga ke surga Nya kelak.
Ya Allah, terima kasih Ko, jawabnya, bibir gemetar dan buliran air matanya berlomba melintasi pipi mulusnya.
___
Bondowoso, 28 April 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar