MENUNGGU ANGIN BERANDA
Pak Tyqnue Azbynt
Dua pekan sudah aku tak melihat anak POLTEK yang selalu mengerjakan tugasnya di beranda kostnya. Di sebuah simpang jalan tampak rumah kost itu bersebelahan dengan kostku. 3 lelaki yang sama mahasiswa Poltek itu selalu saja mengerjakan tugasnya di beranda yang memang tampak nyaman tuk beraktifitas. Adian salah satu dari mereka yang selalu menjadi sorot pandangku, karena ada nilai plus menurutku.
Batas selokan yang lumayan besar plus pagar terali besi menjadi pemisah kost-kostan kami, tapi mata masih saja bisa menampak anak-anak cowok kampus itu. Entah kenapa aku merasa rindu pada cowok yang seringkali menyenandungkan lagu-lagu shalawat. Suara yang merdu, wajah yang imut, tingkahnya yang santun benar-benar menyandera perasaanku; padahal kami belum pernah kenalan. Mendengar kabar dari ibu kost bahwa anak kost sebelah ada yang diopname di poliklinik perumahan di mulut gang yang menuju area kost kami. Hatiku mulai cemas, jangan-jangan si Adian, begitu celoteh otakku.
Dilalah Si Didit anak Bu Kost yang masih SD itu jatuh dari sepedanya dan harus mendapatkan pertolongan medis. Tanpa ba-bi-bu aku segera membawanya ke poliklinik saat dia meraung-raung kesakitan, padahal cuma sedikit luka di lututnya. " Eh masnya kok ada di sini, sakit apa?", dengan tanpa malu-malu aku menjulurkan tangan, tanya kabar sekaligus kenalkan nama. " Cuma kecapaian kok, oh yaa tolong si adiknya itu diatasi dulu", ingatkanku tentang Didit. Yassalam, aku lupa, dan nafsu tuk.menjabat tangannya. Setelah paramedis menangani si bocah, aku kembali ke tempatnya Adian. Otakku rusak sudah, nafsu terus tuk mendekatinya, dan dilalah kami pun mulai akrab dengannya. " Bak Pe kan anak UIN tapi kok tampilan kayak anak metropolis saat tidak ngampus?". Kujelaskan saja kalau aku dulunya terpaksa masuk UIN gegara gagal masuk PTN idamanku, dan masuk di UIN pun di jurusan Akutansi Syariah. " Bak Pe cantik kok kalau pakai jilbab, aku suka cewek berjilbab, tapi walaupun baknya gak berjilbab aku senang berkenalan dengan cewek gemoy gini. Eeh kok malah bengong?". Kembali dia ingatkanku saat pikiran menuju langit ke 8. " Demi mas Adian aku kemana-mana akan senantiasa mengenakan jilbab", timpalku. " Kok demi aku, demi agama dong, ya minimal demi kita", katanya. " Kita?". "Yaa aku dan kamu, gak.maukah aku dan kamu jadi kita?". Papar Adian sembari menggamit tanganku. Dari situlah aku baru paham.kalau dia nugas selalu di berandanya demi melihat aku yang sedang rujakan, nyapu, de el el di beranda. Rupanya gayung bersambut gegara luka memar si anak Bu Kost. 'Terimakasih Tuhan atas lukanya', celetuk otak tak warasku.
---
Bondowoso,12 10 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar