Total Tayangan Halaman

Senin, 12 September 2022

Asmaraloka Tape 31

 


ASMARALOKA TAPE 31

Pak Tyqnue Azbynt

          Selepas gerimis pagi kumasih melajukan motorku ke bilangan Pecinan kota kecil Bondowoso yang bertajuk Kota Tape itu.  Hilir mudik para pemotor tak banyak seperti biasanya, ya bisa dihitung dengan jari-lah. Walaupun di cakrawala timur matahari telah mencoba mngintip lewat celah tumpukan awan bulan September itu, dinginnya kota yang berada di 78-2.300 MDPL itu dinginnya masih juga terasa. 

          Saat kutepikan motorku ke sisi kiri arah jalananku tampaklah kedai kecil bertuliskan  Toko Tape Manis 31 .  Toko jajanan khas kota kecil yang terkenal sejak jaman kompeni dulu sampai kini pun masih dipertahankan oleh masyarakatnya walaupun julukan Republik Kopi juga disematkan pada kota kecil ini.  Di toko itu kusorotkan pandangku pada gadis etnis Tionghoa anak sang pemilik toko. Mata sipit bibir tipis, hidung mangir adalah tampilan lebihnya di mataku, apalagi kerudung hitam yang dia kenakan itu menjadikan tambahan kemolekannya. 

          Hampir tiap hari aku membeli tape dalam kemasan besek ( kotak anyaman yang terbuat dari bambu ), bukanlah hanya karena rasanya yang kesat dan manis tapi senyum Meilani si cantik itu lebih terasa manisnya hingga ke seluruh sukmaku. Dalam hati kukatakan biarlah aku cukup mencumbunya dalam kekuatan anganku dan bila saatnya sempat akan kucoretkan pada kanvasku. Tak berani aku mengambil gambar wajahnya via cameraphone karena aku menjaga agar tak rusak permainan sukmaku hanya gegara kecerobohan yang aku buat.

“ Masnya jangan beranjak dulu di luar masih ada rinai gerimis toh sekarang kan hari Minggu. Oh ya... kayaknya mas anak Fisika di Universitas Negeri Malang kan? , tanyanya.

 Loh kok tahu?, timpaku.

 Owh itu lho di banner Bimbel Primagama terpancang foto masnya dan kawan-kawan yang lolos ke bebrapa perguruan tinggi favorit, imbuhnya. 

Dalam hati kurasakan ada garis-garis yang membiaskan tautan unuk saling kenal lebih jauh. Kali itu aku banyak menerka-nerka jalan mana yang bisa aku jelajahi agar kubisa masuk ke kaukus kehidupannya. Tapi sekali lagi aku benar-benar menjaga agar semuanya tak rusak dan menjadi sia-sia belaka.

          Entah kareana apa kali itu aku benci pada mentari yang memaksa mendung enyah dan hujan usailah sudah. Itu artinya aku harus segera pamit pada si manis. Aku pun segera mohon diri demi tak ada kecurigaan darinya. Aku takut cumbuan di anganku rusak gegara ke tak sudiannya berteman lebih dariku. Sesampai di studio lukisku, kupandangi semua lukisan cewek cantik menjadi hambar belaka, padahal semua lukisanku berupa lukisan naturalis dengan objek wanita-wanita cantik. Wajah Meilani telah melamurkan semua wajah di kanvas-kanvasku. 

            Gairahku tuk kembali mencumbui kanvas dan bermain warna kini hidup kembali. Dan aku harus mendapatkan wajahnya dari berbagai angle, kalau bisa lebih dari 10 gaya.  Yang tergambar di otakku adalah aku harus pameran lukisan tunggal di bulan Oktober pas hari Sumpah Pemuda nantinya. Sudah lama aku tak mengadakan pameran lukisan gegara ada pandemi.  

            Minggu sore kembali ke tokonya namun tapenya baru bisa matang keesokan harinya, karena yang masak hari itu telah dikirim ke Surabaya selepas lohor yang lalu. Si Meilani malah merasa kasihan padaku, karenanya dia malah menyuguhi teh hijau yang hangat tuk teman jagongan di sore itu. Ya Allah mimpi apakah aku kenapa hari itu situasinya seperti dibetul-betulkan saja. Dan karena sudah tak lagi canggung, mulailah aku mencari-cari kesempatan tuk mengambil wajahnya. Dilalah aku jadi berani meminta dia untuk berpose seenak seleranya. Walhasil gaya manja, gaya sedih, sampai gaya monyongnya yang justru malah tambah gemoy. Alasan hanya sebagai koleksi di HP-ku, anehnya dia manut saja.  

                                           *******************

          Ada 34 lukisan dengan berbagai ukuran kanvas yang aku tata di galeri yang sudah dipersiapkan timku di pelataran Museum Kereta Api Bondowoso, dalam pameran tunggalku saat memeriahkan bulan bahasa dan hari Sumpah Pemuda. Walaupun hanya 2 pekan bagi kami ini cukuplah, setidaknya kami sudah bisa memberikan sentuhan estetika pada masyarakat, plus kesadaran akan kebahasaan kita.

           Sudah hari ke-11 kulihat di buku tamu yang mengomentari lukisan sesuai nomer katalok rupa-rupanya hanya beberapa saja yang komentar kritis, tak banyak dari pihak sekolah yang menyarankan siswanya tuk bekunjung padahal publikasi telah gencar.  300-an pengunjung bagiku sudah lumayan, tapi ketidak-hadiran Meilani menjadikan pameranku kurang sarat makna. Tendensius? Memang, karena ada 10 lukisan dari potretnya yang kujadikan sebagai objek.

          Akhirnya ajang pameranku lebih berorientasi komersial beberapa lukisan terjual sudah. Namun agar galeriku tak tambah sedikit pajangannya, tim kami memilih untuk mengantarkan lukisan tersbut ke rumah para pembeli pasca pameran usai. Menuntaskan sisa hari-hari pameran aku hanya banyak menulis di blog-ku, karena kegairahan itu hambar belaka tanpa kemunculan si manis.

          Sebagaimana biasa pagiku pergi ke kedai Tape-nya si cantik demi menikmati wajahnya, senyumnya,dan tutur bahasanya yang renyah itu. Sama sekali aku tak mengabari Meilani tentang pameran tunggalku karena sejatinya aku akan melakukan kejutan jika dia hadir di galeriku, bahkan andaikata 10 kanvas itu ia pinta pasti kurelakan jua. 

          Hanya 40 juta yang kami dapat dari 12 lukisan yang terjual, yah lumayan untuk upah tim, dan pengganti biaya lukisanku. Beruntunglah hari ke 13, banyak orang dari Dinas Pariwisata sedang berkunjung yaa menjadikan apresiator yang bisa menghibur ke-bad mood-anku. Sekitar pukul 15 kami sudah mulai mempersiapkan bahan untuk packeging esok siang, karena pukul 13 besok harus sudah closing. 

           Cerah pagi menjelang penutupan menjadi anugerah tersendiri, karena bagi timku telah memberikan energi pagi tuk mengevaluasi kegitan itu di galeri yang aku sewa pada museum. Dari tanggapan timku malah pameran ini dianggap sukses, tapi kenapa aku menganggap tidak ya?, namun aku harus lebih logis menerima pendapat mereka. 

           Hari terakhir aku memilih tak membeli tape di kedainya karena aku harus bersiap untuk acara penutupan, apalagi ternyata hari terakhir itu justru pengunjung terutama murid-murid dari berbagai sekolah selepas mengikuti upacara hari Sumpah Pemuda. 

             Dari gerbang barat kulihat si Meilani tersenyum manis dengan membawa 3 besek tape manis yang sudah berhiaskan golden ribbon dan seikat mawar merah dengan kartu ucapan  Happy bitrhday may Allah bless you 4ever “. Aku kaget setelah dibuka ternyata di dalam satu besek justru tak berisi tape. Di dalamnya berisikan foto-fotonya yang tampil dengan berbagai gaya. 

 Mas aku sengaja datang di hari terakhir, bukan tak tahu ada event ini karena banyak temanku yang telah mengirimkan postingan wajah-wajahku di kanvas lukisanmu ini, yang perlu mas tahu, sudah beberapa bulan aku memerhatikan gelagatmu yang menjadi pelanggan harian kedaiku. Aku yakin masnya tertarik padaku....eit, jangan komen dulu!, jika mas memang tertarik padaku, di hari ulang tahunmu ini maukah kau berterus terang bahwa kau cinta padaku ?.

 lha kok tahu HBD-ku?.

 Yaah di akun-akunmu  , sergahnya.  but jawab dulu dong pertanyaanku!.

 Hemmmm... gimana yaaa? ...ya maulah.......

Aku tak sadar ternyata banyak pengunjung lukisan yang bersorak saat tanpa kusadari saat menggamit tangannya, dan dia merapat bersandar padaku.

_______________

Bondowoso, 11 September 2022

4 komentar:

PERJALANAN DI HUTAN PINUS

 PERJALANAN DI HUTAN PINUS  Pak Tyqnue Azbynt  Erkantina wanita yang kuidamkan sejak aku  SMA itu kini benar-benar bersamaku. Momen saat dia...