BLUE FIRE FESTIVAL
Pak Tyqnue Azbynt
Mendadak saja kaki Susanna itu kramp dan tak bisa digerakkan, padahal sekitar 50m lagi sudah sampai ke spot area. Rupanya dia kelelahan setelah pagi hingga siangnya menjadi pendamping muridnya dalam gelaran lomba tarian ASEAN di Jampit house yang masih dalam satu rangkaian Blue Fire Festival. Memang tampilan Tari Topeng Ponorogo yang disajikan menjadi pusat perhatian publik. Semula kami mengira kabupaten Ponorogo akan menampilkan Reognya yang sudah kesohor itu.
Sebagai orang Bondowoso yang menjadi tuan rumah, aku berusaha peduli dan membelikan pertolongan. Kemungkinan dia kekurangan oksigen dan tak kuat bau belerang yang memperkosa hidung para pengunjung. Namun perkiraanku tak seratus persen benar. Ternyata saat dia menjadi official murid muridnya dalam keadaan berpuasa pas 4 Januari. Padahal siang pukul 14 harus berlanjut ke kawah Ijen demi menyaksikan Blue Fire malam hari yang satu satunya di dunia ini, ya walaupun ada di negara lain tapi yang lain tak senyata di kawah Ijen itu. Dengan terpaksa aku buka syal biru bertuliskan Bromo yang melilit di lehernya. Dugaanku karena sesak, biar bisa healing kukendorkan semuanya termasuk retsluiting jaket tebalnya yang warna biru toska itu, tali sepatu dan perlahan kutarik ranselnya yang tak seberapa berat sebenarnya. 20 menitan berlalu ia masih lemas dan dalam keadaan amabang sadar. Timnya mulai panik, begitupun aku dan teman-teman dari Bondowoso. Kucari First aid kit, di back pack-ku ternyata tak ada. Kami mulai bingung. Terpaksa kubongkar ranselnya dengan harapan ada sesuatu yang bisa digunakan. Yang kutemukan hanya minyak kayu putih saja. Ya lumayanlah buat menghangatkan leher dan tengkuknya. Di saat kubongkar ranselnya kudapati ID card dengan nama Hidda Susannawati yang terlahir 4 Januari. Rupanya dia yang berprofesi sebagai guru ini sedang berpuasa pas hari lahirnya. Sayangnya justru membuat kami dan teman temannya panik.
Hampir putus asa, kami hanya bisa membacakan ayat-ayat Alquran agar mendapat pertolongan di tengah kabut Ijen itu. Tahu-tahu ada yang memegangi pergelangan lengan kiriku perlahan hingga agak menguat. Dengan kamera hp kusorotkan ke wajahnya, rupanya dia mulai siuman. Ketika dia mulai pulih 80 %, aku nekat menggendongnya hingga ke bibir kawah itu. Sumpah demi kabut malam beratnya minta ampun deh. Tapi gegara kutahu hari itu hati ultahnya. Sebagai tuan rumah aku nekat saja sebagai hadiah ultahnya. Ya Allah yaa Kariem, ternyata dari penuturannya dia malah satu grup dalam komunitas Satra Nasional denganku.
___
Bondowoso, 1 Juli 2022
Pa Tiqnue ok
BalasHapusHatur tengkiyu hadirnya Bu..
Hapus