PADA TEPIAN SUNGAI MAHAKAM
Pak Tyqnue Azbynt
Belum tergambar sebelumnya kalau takdir rihlah masa tuaku bisa bertandang ke Kalimatan Timur. Purna sudah tugasku sebagai Abdi Negara, dan rutinitas membersamai anak bangsa harus kutuntaskan di bangku formal.
Jawa timur - Kalimantan timur adalah jarak yang jauh dan harus melintasi segara, taklah santun bagi seorang wanita berumur semacam aku. Melintasi laut yang memisahkan dua pulau itu adalah tantang jiwa dan ragaku. Angin geram dan erangan suara ombak yang proklamirkan keperkasaannya kuanggap sepi belaka. Tekad tuk menemui 'Indah' si sulung anakku bulat sudah. Anak yang sempat disingkirkan oleh beberapa sekolah di Jawa dengan alasan tak jelas, kini harus melesatkan dirinya ke Pulau Borneo untuk mengabdikan diri sebagai pendidik anak bangsa. Sengaja kukubur rinduku dalam-dalam demi turuti tekadnya. Dan benar saja keberaniannya telah terbukti, betahun tahun dia di sana bahkan sempat beberapa kali menjadi duta negeri sebagai Guru Fisika SMA yang studi di Thailand. Bahagiakah aku? Ya tentu saja. Tapi rinduku tak pernah terentaskan.
Selepas dinas sebagai ASN aku punya banyak waktu luang tuk memeluk anakku yang teramat kurindukan. Renta usia kuacuhkan saja demi menampak senyum manisnya, demi memeluknya dalam pelukan penuh cinta. Tak perlulah kuceritakan tantangan perjalanan yang menciutkan nyaliku. Arum arus air sungai yang memporak porandakan isi perut saat menuju hulu terlalu jahat tuk kugambarkan detail bagi seorang tua sepertiku. Tapi rindu is rindu, cinta is cinta. Kutampik semua aral rintang itu.
Jabat erat tangan anakku kudapat sudah. Air mata haru membasahi tanganku yang banjir dari matanya kala menjabat tanganku. Dipersilahkannya aku mengenal lingkungan rumahnya yang sisi belakangnya berhadapan dengan bantaran Sungai Mahakam nan perkasa itu. Tiap hari kunikmati keindahan alam Borneo, alun air sungai di belakang rumahnya. Kadang monyet liar yang masuk dan mengacak acak serambi belakang adalah catatan lain yang mesti kutorehkan di otakku. Yang paling menyiutkan nyaliku saat air sungai pasang. Aku bertafakur mendalam saat sepanjang hari hujan turun begitu derasnya. Tanpa petir yang berteriak di angkasa yang memberitahuku, tapi deras hujannya begitu lebat. Bermilyar-milyar titik air berlomba turun menemui bumi. Cumbu langit pada bumi terlalu barbar. Kutahu semua itu karena air Sungai Mahakam yang menepuk nepuk teras belakang rumah anakku. Hatiku berkata, " juangmu adalah nyali terbaik anakku. Demi kecintaan pada anak bangsa kau jalani semua tanpa ketakutan berarti. Pasrah pada Sang Ilah adalah azimat jiwa yang harus tetap kau pertahankan. Selamat berjuang, semoga terbarokahkan, aamien". Arum deras air itu rupanya mengusik bendungan di kelopak mataku, banjir di Sungai Mahakam telah membanjirkan tirta netraku.
#catatan_perjalanan_di_Pulau_Borneo.
__
Bondowoso, 5 April 2023
@tulisan ini kudedikasikan untuk Bu Sri Nurul Hidayati dan Indah Anakku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar